Media sosial telah menjadi lahan subur bagi pertumbuhan bisnis, dari usaha kecil hingga korporasi besar. Kemudahan berpromosi dan menjangkau audiens luas, ada pula sisi gelap yang perlu diwaspadai. Beberapa pelaku bisnis menggunakan trik-trik yang licik dan tidak etis untuk menarik perhatian, menggaet pembeli, bahkan memanipulasi opini.
Memanfaatkan FOMO dan Keterbatasan Palsu
Salah satu taktik paling umum di media sosial adalah menciptakan Fear of Missing Out (FOMO) atau ketakutan ketinggalan. Pelaku bisnis akan sering menggunakan frasa seperti "Diskon hanya 24 jam!" atau "Stok terbatas, sisa 5!" padahal stok yang tersedia sangat banyak atau diskon tersebut akan terus diperpanjang. Tujuannya adalah untuk memicu pembelian impulsif tanpa memberi konsumen waktu berpikir. Keterbatasan yang dipalsukan ini membuat konsumen merasa harus segera bertindak agar tidak kehilangan kesempatan "langka."
Mereka juga sering memanfaatkan countdown timer di Instagram Story atau live shopping untuk memberikan kesan urgensi. Meskipun tidak semua penggunaan trik ini buruk, kebohongan tentang ketersediaan produk atau waktu diskon adalah trik licik yang mengeksploitasi psikologi konsumen demi keuntungan pribadi.
Menggunakan Testimoni Palsu dan Manipulasi Bukti Sosial
Dalam era digital, testimoni dari pembeli lain adalah social proof yang sangat kuat. Namun, ada banyak bisnis yang menggunakan testimoni palsu. Mereka bisa membelinya dari jasa pembuat testimoni, mengambil foto atau ulasan dari akun orang lain tanpa izin, atau bahkan membuat akun palsu untuk memberikan ulasan positif pada produk mereka sendiri.