Dalam beberapa waktu terakhir, modus penipuan menggunakan teknologi fake Base Transceiver Station (BTS) telah marak dilaporkan. Penipuan ini dilakukan dengan cara mengirimkan SMS yang tampaknya berasal dari nomor resmi bank. Memanfaatkan perangkat fake BTS, para pelaku dapat memancarkan sinyal layaknya BTS asli dari operator telekomunikasi, sehingga membingungkan banyak orang.
Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) dalam pernyataannya menandaskan bahwa metode ini memungkinkan penipu untuk mengirimkan SMS secara massal kepada para pengguna ponsel di area sekitar tanpa terdeteksi oleh sistem operator telekomunikasi. SMS yang dikirimkan ini sering kali menawarkan hadiah palsu atau meminta informasi pribadi yang sangat sensitif dari masyarakat.
Direktorat Jenderal Infrastruktur Digital (DJID) telah melakukan investigasi awal terkait fenomena ini. Hasil investigasi tersebut menunjukkan adanya indikasi kuat penggunaan perangkat BTS ilegal di beberapa lokasi, dengan sinyal radio terdeteksi pada frekuensi yang seharusnya hanya digunakan oleh operator resmi. Namun, perangkat ini ternyata tidak termasuk dalam kategori BTS yang terdaftar.
Temuan ini mengonfirmasi bahwa SMS penipuan ini dikirimkan melalui infrastruktur telekomunikasi ilegal yang tidak berada dalam kontrol resmi dari operator, membuatnya semakin berbahaya. Keberadaan fake BTS ini membuka peluang bagi penipu untuk mencegat pesan-pesan penting seperti SMS one-time password (OTP) yang biasanya digunakan dalam transaksi perbankan.
Alfons Tanujaya, seorang pengamat keamanan siber dari Vaksinkom, menjelaskan bahwa pelaku penipuan menggunakan fake BTS untuk menyamar sebagai bank yang sah. "Salah satu celah yang dimanfaatkan oleh penipu adalah kemampuan untuk memalsukan nomor pengirim, sehingga SMS yang diterima korban tampak seolah-olah berasal dari bank yang mereka percayai," ungkapnya dalam unggahan di Instagram.