Kelompok investor tersebut kini muncul sebagai kandidat kuat dalam negosiasi pengambilalihan TikTok di wilayah Amerika Serikat. Langkah ini dianggap sebagai upaya menenangkan kekhawatiran pemerintah AS atas dugaan keterlibatan pemerintah China dalam pengoperasian TikTok.
Pemerintah AS meyakini bahwa selama TikTok dimiliki oleh ByteDance, maka secara hukum maupun teknis, perusahaan itu tetap bisa dimanfaatkan oleh pemerintah China untuk melakukan aktivitas yang mengancam keamanan nasional. Mulai dari pengumpulan data, manipulasi algoritma, hingga pengaruh sosial-politik dianggap sebagai potensi risiko yang tidak bisa diabaikan.
Meski begitu, Trump memberi sinyal kemungkinan perpanjangan tenggat jika diperlukan, namun tetap menekankan bahwa kepemilikan TikTok harus dialihkan ke tangan yang lebih dapat dipercaya oleh pemerintah Amerika. Dalam pernyataan sebelumnya, ia bahkan menyebut China sebagai pihak penting dalam keberhasilan kesepakatan ini. Ia juga menyebut kemungkinan memberikan insentif berupa keringanan tarif sebagai bentuk kompromi terhadap Beijing.
Pernyataan Trump ini menunjukkan bahwa kesepakatan tidak hanya melibatkan urusan bisnis semata, tetapi juga unsur geopolitik dan diplomasi dagang antara dua negara adidaya. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Wakil Presiden JD Vance yang optimistis bahwa kesepakatan terkait kepemilikan TikTok akan rampung sebelum 5 April 2025.
Vance mengatakan bahwa berbagai pihak terus melakukan negosiasi intensif dan prosesnya sudah berada pada tahap krusial. Pemerintah AS sendiri disebut sangat terlibat dalam proses ini, bahkan menurut beberapa sumber, peran Gedung Putih bisa disamakan dengan bank investasi yang mengatur jalannya transaksi.
Penting untuk dicatat bahwa Undang-Undang 2024 yang mengatur kewajiban penjualan TikTok oleh ByteDance mendapat dukungan bipartisan dari Kongres AS. Artinya, baik Partai Republik maupun Demokrat sama-sama setuju bahwa pengaruh asing atas platform digital besar seperti TikTok perlu dibatasi demi keamanan nasional.