Saat ini, tingkat pengembangan kendaraan otonom semakin meningkat di China, di mana banyak perusahaan teknologi besar sedang giat mengembangkan armada kendaraan tanpa pengemudi. Negara tirai bambu ini bahkan menduduki posisi strategis dalam inovasi dan adopsi teknologi AV, yang berpotensi meninggalkan AS di belakang. Oleh sebab itu, langkah proaktif dari pemerintah AS sangat dibutuhkan untuk menjaga daya saing di arena global.
Salah satu isu yang menjadi perhatian adalah adanya perbedaan dalam regulasi antar negara bagian di AS. Berbagai lembaga dan rezim peraturan di masing-masing negara bagian menciptakan peraturan yang tidak konsisten, yang tentunya dapat mengakibatkan potensi kesenjangan keamanan. Keadaan ini juga dapat mengikis kepercayaan publik terhadap keselamatan kendaraan otonom. Misalnya, jika salah satu negara bagian menerapkan regulasi yang lebih ketat sementara yang lain tidak, hal ini berpotensi menimbulkan kebingungan bagi konsumen serta menghambat kemajuan industri secara keseluruhan.
Kelompok-kelompok yang mendukung kendaraan otonom ini juga meminta agar pemerintah tidak memaksa adanya pengemudi manusia di dalam kendaraan komersial tanpa pengemudi. Mereka menegaskan pentingnya untuk mengklarifikasi bahwa penumpang yang akan menggunakan kendaraan otonom tidak perlu memiliki surat izin mengemudi. Langkah ini diambil untuk memudahkan akses masyarakat terhadap teknologi baru dan mendorong adopsi lebih luas.
Namun, industri kendaraan otonom di AS saat ini tengah menghadapi tantangan yang signifikan terkait masalah keselamatan. Kasus terbaru yang mencuri perhatian masyarakat adalah insiden pada Oktober 2023, di mana seorang pejalan kaki mengalami luka parah akibat ditabrak oleh kendaraan otonom milik General Motors. Peristiwa ini menambah rasa skeptis di kalangan publik dan mengharuskan perusahaan untuk lebih ketat dalam menerapkan standar keselamatan.