Gerakan modernisme di dunia Islam merupakan fenomena yang telah menarik perhatian banyak pemikir dan akademisi. Dalam konteks ini, kritik pemikiran terhadap modernisme menjadi penting untuk memperahami dampak dan implikasi yang ditimbulkannya. Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah apakah dalam proses tersebut Islam kehilangan akar tradisionalismenya.
Modernisme Islam muncul sebagai respons terhadap tantangan zaman dan usaha untuk memperbarui pemahaman keagamaan. Para pemikir modernis berargumen bahwa untuk menghadapi masalah kontemporer, perlu ada reinterpretasi ajaran Islam agar sesuai dengan realitas saat ini. Namun, pendekatan ini sering kali dianggap mengabaikan prinsip dasar dan nilai-nilai yang telah ada dalam tradisi Islam. Dalam kritik pemikiran terhadap modernisme, para penentang khawatir bahwa penafsiran ulang ini dapat merusak fondasi ajaran yang telah mapan dan diturunkan dari generasi ke generasi.
Salah satu argumen utama yang diajukan oleh para kritikus modernisme adalah kehilangan identitas. Mereka berpendapat bahwa dengan mengadopsi pendekatan yang terlepas dari akar tradisional, banyak pemikir dapat kehilangan esensi Islam yang sebenarnya. Tradisionalisme, dalam hal ini, berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan umat Islam dengan warisan dan nilai-nilai yang telah ada. Oleh karena itu, dialog Islam yang melibatkan pendekatan tradisional sering kali dianggap lebih relevan dan penting untuk memperkuat identitas keagamaan umat.