Tanda-Tanda dan Ciri-Ciri Istidraj
Lantas, bagaimana cara kita mengenali istidraj? Ini bukan hal mudah karena batas antara nikmat dan istidraj sangat tipis dan bersifat personal, seringkali hanya diketahui oleh Allah dan hamba yang bersangkutan. Namun, ada beberapa ciri yang bisa kita jadikan renungan:
Melimpahnya Nikmat di Tengah Kemaksiatan: Ciri paling kentara adalah seseorang yang terus-menerus berbuat dosa, melalaikan salat, tidak berpuasa, memakan harta haram, atau merugikan orang lain, namun hidupnya justru terlihat lancar, kaya raya, dan seolah tidak pernah mendapat balasan buruk. Hartanya makin banyak, jabatannya makin tinggi, dan hidupnya tampak tanpa masalah.
Jauh dari Ketaatan Tanpa Merasa Bersalah: Orang yang mengalami istidraj cenderung tidak merasa bersalah atas dosa-dosanya. Bahkan, ia mungkin merasa bahwa kenikmatan yang datang itu adalah bukti bahwa Allah merestui perbuatannya, sehingga ia semakin sombong dan enggan bertaubat. Hatinya keras, sulit menerima nasihat, dan cenderung meremehkan agama.
Tidak Ada Ujian atau Musibah yang Mengingatkan: Biasanya, ketika seorang hamba berbuat dosa, Allah akan menegurnya dengan berbagai cobaan atau musibah sebagai bentuk peringatan agar ia kembali ke jalan-Nya. Namun, bagi yang istidraj, teguran itu tidak datang. Hidupnya terlalu mulus, seolah tidak ada satu pun cobaan yang bisa menyadarkannya. Ini justru menjadi bahaya besar, karena ia tidak punya kesempatan untuk kembali.
Keterlenaan dan Kelalaian: Seseorang yang istidraj akan semakin terlena dengan gemerlap dunia. Fokus hidupnya hanya pada pencapaian materi, kekuasaan, atau kesenangan sesaat. Ia lupa akan tujuan hidup sebenarnya, yaitu beribadah kepada Allah, dan lalai mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat.
Hikmah dan Pelajaran dari Konsep Istidraj
Memahami konsep istidraj mengajarkan kita beberapa pelajaran penting: