Pernahkah kau pergi ke suatu tujuan, namun tak langsung kau temukan tempat yang kau tuju. Belok ke kiri, ke kanan, putar arah, bahkan putar balik karena ternyata melewati jalan yang salah, atau menemui jalan yang buntu. Butuh waktu pula! Engkau tidak begitu saja sampai ke tujuan yang kau inginkan, sejam, dua jam, bahkan berjam-jam hingga akhirnya engkau tiba di tempat yang menjadi tujuanmu. Dalam perjalanan pencarianmu, pun ada berbagai peristiwa yang kau alami, mulai dari ban kendaraanmu kempes, bertemu dengan Pak Polisi yang baik hati, bertemu juga dengan penunjuk arah yang justru semakin membuatmu bingung, hingga akhirnya engkau menemukan papan-papan penunjuk arah yang bisa memandumu sampai ke tujuanmu.
Itulah yang disebut hidup. Perjalanan hingga kau sampai pada tujuanmu. Perjalanan yang dimulai ketika engkau dilahirkan, Perjalanan yang tak bisa dipisahkan dengan perjuangan. Adakah hidup tanpa perjuangan? Entah kau ingat atau tidak, tapi berkaca dari pengalaman melihat keponakan, atau bayi-bayi tetangga, ternyata sebenarnya kita sudah mulai berjuang sejak kita bayi! Belajar menegakkan kepala, duduk, berjalan, berlari, berbicara, dan belajar-belajar lainnya. Ada banyak alasan yang bisa membuat kita sewaktu bayi berhenti belajar, namun (untungnya) pilihan itu tidak kita ambil bukan? Hei, tunggu tampaknya aku harus meralat kapan waktu kita mulai berjuang, ternyata kita mulai berjuang bukan dimulai sejak bayi, tapi sejak sel sperma ayah bertemu dengan sel ovum dari ibu kita. Di situlah perjuangan dimulai, bahkan sejak akan terbentuknya kita. Ada bagian dari kita yang sudah memulai perjuangannya.