KPK selama ini dikenal sebagai lembaga yang independen dan tegas. Namun, melalui revisi UU KPK, banyak kekuatan yang berusaha untuk membatasi ruang gerak lembaga ini. Misalnya, pengurangan jumlah pimpinan KPK dari lima menjadi empat orang, serta pembentukan Dewan Pengawas yang berwenang dalam mengawasi kebijakan KPK. Hal ini dinilai akan menciptakan kekangan dan mengurangi daya dorong KPK dalam melakukan tindakan pencegahan dan penindakan korupsi.
Salah satu bentuk nyata pelemahan KPK dalam revisi ini adalah ketentuan mengenai penuntutan. Sebelumnya, KPK dapat melakukan penuntutan secara langsung terhadap kasus-kasus korupsi. Namun, sekarang penuntutan harus melalui persetujuan dari Dewan Pengawas. Artinya, keputusan KPK untuk menindak pelanggaran hukum tidak lagi sepenuhnya berada di tangan mereka, melainkan tergantung pada pihak-pihak lain yang berpotensi terlibat dalam kasus yang sama.
Revisi UU KPK ini juga menghadirkan kekhawatiran di kalangan masyarakat. Banyak yang merasa bahwa pelemahan lembaga ini akan membuka lebar pintu bagi praktik korupsi untuk berkembang lebih jauh. Banyak kasus hukum yang berhasil diungkap oleh KPK berawal dari tindakan proaktif lembaga yang menjalankan penyelidikan secara mandiri. Dengan adanya revisi ini, pendekatan proaktif yang telah terbukti efektif kini terancam terhenti.