Gambaran ini semakin jelas ketika melihat berbagai rintangan yang dihadapi dalam proses produksi. Mulai dari keterbatasan dana, teknologi yang masih tertinggal, hingga kurangnya dukungan infrastruktur yang memadai. Esemka, yang seharusnya menjadi simbol kemandirian, justru terjebak dalam kerumitan birokrasi dan tantangan industri yang rumit. Banyak yang merasa bahwa proyek ini berjalan di tempat, tidak memberikan kontribusi nyata pada perkembangan sektor otomotif nasional.
Manufaktur mobil adalah industri yang kompleks dan membutuhkan investasi yang besar. Sayangnya, Esemka belum berhasil menarik minat investor untuk berkolaborasi. Beberapa pengamat menilai bahwa strategi pemasaran yang diterapkan kurang efektif dan belum mampu menjangkau pasar yang lebih luas. Dalam industri otomotif yang sangat kompetitif, kehadiran mobil nasional seharusnya bisa menawarkan sesuatu yang berbeda dan berkualitas agar dapat bersaing dengan merek-merek internasional.
Di samping itu, ada pula isu ketersediaan suku cadang dan layanan purna jual yang menjadi perhatian masyarakat. Banyak yang khawatir jika Esemka mulai diproduksi secara massal, apakah akan ada cukup dukungan untuk pemilik mobil ini di kemudian hari? Ketidakpastian ini menambah keraguan terhadap keberlanjutan proyek Esemka sebagai mobil nasional yang berkualitas.