2. Penyalahgunaan Kekuasaan Presiden Joko Widodo
Pelanggaran etika kedua berkaitan dengan keberpihakan Presiden Joko Widodo dan penyalahgunaan kekuasaan terhadap pasangan calon tertentu. Franz Magnis menegaskan bahwa seorang presiden seharusnya tetap netral dalam konteks politik, meskipun memiliki preferensi politik secara pribadi.
3. Nepotisme
Selanjutnya, pelanggaran etika ketiga yang diungkapkan adalah berkaitan dengan nepotisme. Menurut Franz Magnis, menggunakan kekuasaan yang diberikan oleh rakyat untuk kepentingan pribadi atau keluarga dianggap sebagai tindakan yang memalukan dan tidak memahami esensi dari jabatan seorang pemimpin.
4. Pembagian Bansos Tanpa Data dari Kementrian Sosial
Selain itu, Romo Magnis turut menyoroti pembagian bansos, yang menurutnya bukan semata-mata milik presiden, melainkan milik semua bangsa Indonesia yang harus dibagikan sesuai aturan yang ada oleh kementerian terkait.
5. Memanipulasi Data dalam Proses Pemilu
Terakhir, ia menyatakan bahwa manipulasi dalam proses pemilu merupakan pelanggaran serius terhadap etika dan demokrasi.
Dari ungkapannya, Romo Magnis menunjukkan kepeduliannya terhadap prinsip-prinsip etika dalam konteks pemerintahan dan proses politik, serta menyoroti perlunya menjaga netralitas dan integritas dalam pelaksanaan pemilu. Peran saksi ahli seperti Franz Magnis dalam sidang PHPU di Mahkamah Konstitusi memberikan perspektif yang kaya terkait dengan etika dan prinsip demokrasi yang seharusnya dijunjung tinggi dalam konteks pemerintahan dan politik di Indonesia. Diharapkan dengan adanya pengungkapan pelanggaran etika tersebut, proses penyelesaian perselisihan hasil pemilu dapat berlangsung dengan transparan dan menjunjung tinggi keadilan.