Serangan-serangan yang membawa-bawa nama Allah pun pastinya belum akan hilang pada Pilpres 2019. Dan serangan itu pastinya akan ditujukan kepada Jokowi.
Tetapi, sekalipun akan ada banyak kelompok yang mengeroyok Jokowi, sudah bisa dipastikan, kalau kelompok yang menyerang dengan membawa-bawa nama Allah hanya kelompok yang itu lagi-itu lagi.
Jokowi yang akan maju dengan diusung PDIP pastinya akan mendapat dukungan dari Nasdem. Nasdem dipastikan hanya akan melabuhkan dukungannya pada Jokowi dikarenakan memiliki sejumlah masalah dengan Gerindra dan Demokrat.
Sementara Golkar, PKB, PAN, dan PPP masih leluasa memilih arah politiknya. Keempat parpol itu bisa berkoalisi dengan Gerindra yang besar kemungkinan akan bergandengan dengan PKS, tetapi bisa juga bergabung dengan Demokrat.
Sementara Hanura yang ketua umumnya, Wiranto, memiliki masalah pribadi dengan Ketua Umum Gerindra, kemungkinan masih akan berkoalisi dengan PDIP, tetapi tidak menutup kemungkinan bergabung dengan Demokrat.
Tetapi, ancang-ancang peta koalisi ini akan buyar jika MK menerima judicial review terkait presidential threshold (PT) pada UU Pemilu. Jika, PT ditiadakan, semua parpol berhak mengajukan pasangan capres-cawapresnya, termasuk partai baru.
Dengan dihapusnya PT, mau tidak mau, setiap parpol harus mengajukan capres-cawapresnya. Sebab akan terasa janggal jika Partai A mengampanyekan partai dan caleg-calegnya dalam Pileg 2019, di saat yang bersamaan Partai A berupaya memenangkan kader Partai B dalam Pilpres 2019.
Apapun itu, apakah PT tetap ada atau dihapus oleh ketok palu MK, tetap saja sebagai calon petahana, secara alamiah, Jokowi akan dikeroyok dalam putaran pertama.
Tetapi, begitu memasuki putaran kedua, pergeseran-pergeseran pun dimulai. Partai yang awalnya menyerang dengan bengis, berubah menjadi pendukung paling tanggung.