Dalam surat itu, Narsih dan Rahmat diminta mengosongkan lahan mereka paling lambat pada Jumat 11 Mei 2018. Jika tidak,maka perusahaan akan menempuh jalur hukum pidana atau perdata jika warga menolak meninggalkan tanah itu.
Buyung yang merupakan salah satu warga Pulau Pari mengaku perusahaan terus meminta warga mengosongkan lahannya.
Padahal Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya telah menyatakan perlu ada evaluasi terkait dengan proses penerbitan 62 sertifikat hak milik (SHM) dan 14 sertifikat hak guna bangunan (SHGB) yang dimiliki perusahaan.
Ombudsman menyebutkan ada maladministrasi berupa penyimpangan prosedur, penyalahgunaan wewenang, dan pengabaian kewajiban hukum dalam penerbitan sertifikat itu.