Tim ilmuwan melakukan berbagai simulasi untuk memahami bagaimana corona ini terbentuk. Mereka memanfaatkan data dari pesawat antariksa Magellan milik NASA, yang sebelumnya telah memetakan permukaan Venus secara detail. Dari analisis tersebut, teridentifikasi 52 dari 75 corona yang diteliti terletak di atas gumpalan panas yang aktif dari dalam mantel. Hal ini menandakan adanya proses geologi yang masih berlangsung hingga kini.
Pemimpin studi, Anna Gulcher dari Universitas Bern, Swiss, menyatakan bahwa proses pembentukan corona di Venus sangat mungkin serupa dengan proses yang pernah terjadi di Bumi pada masa awal sejarahnya. "Ini bukan hanya tentang memahami Venus, tetapi juga memberi kita gambaran tentang bagaimana Bumi muda dulu terbentuk dan berevolusi," katanya.
Dalam penelitian lanjutan, tim juga menemukan bahwa kerak Venus dapat mengalami peluruhan atau bahkan mencair jika ketebalannya mencapai sekitar 65 kilometer—atau bisa saja lebih tipis. Ketika ini terjadi, tidak hanya permukaan planet yang berubah, tetapi juga siklus internalnya, termasuk distribusi ulang air dan material lainnya ke bagian dalam planet.
Yang menarik, proses ini dapat memicu aktivitas vulkanik di permukaan Venus, yang secara langsung berdampak pada komposisi atmosfer planet tersebut. Dengan kata lain, kehidupan geologis yang terus berlangsung ini memainkan peran penting dalam membentuk kondisi ekstrem Venus saat ini—yang penuh karbon dioksida dan suhu permukaan yang bisa melelehkan timah.
Temuan ini sekaligus menantang pandangan lama bahwa Venus adalah planet “mati”. Justru sebaliknya, ada bukti kuat bahwa Venus masih menjalani siklus geologi aktif, meski dalam bentuk yang berbeda dibandingkan dengan Bumi. Studi ini membawa harapan baru bagi ilmuwan untuk mengeksplorasi kemungkinan bahwa planet-planet “mati” lainnya di tata surya, atau bahkan di luar sistem tata surya kita, bisa saja menyimpan dinamika internal yang tidak terduga.