Setiap orang tua tentu mendambakan anak yang tumbuh sehat, aktif, dan cerdas. Namun, ada satu tantangan yang sering kali muncul diam-diam dan tidak disadari sejak dini, yakni gangguan spektrum autisme atau Autism Spectrum Disorder (ASD). Gangguan ini bukan hanya tentang perilaku yang berbeda, tetapi juga berkaitan erat dengan perkembangan saraf otak yang memengaruhi komunikasi, interaksi sosial, dan respons anak terhadap lingkungannya.
Dr. Adriana Soekandar Ginanjar, seorang psikolog sekaligus Ketua Yayasan Autisme Indonesia, menjelaskan bahwa ASD adalah kondisi neurologis kompleks yang perlu dikenali secepat mungkin. Dalam program “Siaran Sehat” di kanal YouTube resmi Kementerian Kesehatan RI pada 9 Mei 2025, ia memaparkan fakta-fakta penting seputar autisme yang wajib diketahui oleh para orang tua dan pendidik.
Autisme: Gangguan yang Tak Mengenal Batas Sosial atau Ras
Satu hal yang harus disadari adalah bahwa autisme bisa terjadi pada siapa saja, tanpa memandang ras, suku, status sosial, ekonomi, maupun tingkat pendidikan. Bahkan, secara statistik, gangguan ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan perempuan.
ASD dapat dikenali sejak usia bayi, namun dalam banyak kasus, anak tampak tumbuh normal pada awalnya dan baru menunjukkan gejala ketika mendekati usia tiga tahun. Inilah mengapa pemantauan tumbuh kembang anak menjadi sangat penting. Orang tua perlu memperhatikan pola interaksi sosial, cara anak berbicara, serta perilaku sehari-hari yang bisa jadi merupakan tanda awal ASD.
Apa Itu “Spektrum” dalam Autism Spectrum Disorder?
Dr. Adriana menjelaskan bahwa istilah “spektrum” merujuk pada keragaman gejala dan tingkat keparahan autisme. Tidak semua anak dengan ASD mengalami kondisi yang sama. Ada anak-anak yang mampu menempuh pendidikan hingga tingkat universitas dan memiliki kecerdasan tinggi, namun ada pula yang mengalami hambatan besar dalam berbicara dan membutuhkan dukungan pendidikan khusus.