Bicara soal kemiskinan, kebanyakan kita langsung berpikir tentang kurangnya harta atau materi. Padahal, ada jenis kemiskinan lain yang jauh lebih dalam dan seringkali tidak disadari, yaitu kemiskinan mental. Ini bukan soal berapa banyak uang di rekening bank, tapi lebih pada pola pikir, keyakinan, dan kebiasaan yang justru menghambat seseorang untuk meraih potensi terbaiknya, baik dalam aspek finansial maupun personal. Pola pikir ini bisa jadi jebakan yang tak terlihat, membuat seseorang sulit maju meski ada banyak kesempatan di depan mata.
Suka Menyalahkan Keadaan dan Orang Lain
Salah satu ciri paling mencolok dari mental miskin adalah kecenderungan untuk terus-menerus menyalahkan keadaan atau orang lain atas nasib buruk yang menimpa diri. Segala kegagalan, kemunduran, atau kesulitan selalu dipandang sebagai akibat faktor eksternal: ekonomi yang sulit, pemerintah yang tidak becus, teman yang tidak mendukung, atau bahkan nasib yang tidak berpihak. Mereka jarang sekali mau melihat ke dalam diri dan merefleksikan peran atau tanggung jawab pribadi dalam masalah yang dihadapi. Pola pikir ini menghilangkan kekuatan untuk berubah, karena jika masalahnya selalu dari luar, berarti tidak ada yang bisa dilakukan kecuali menunggu perubahan dari pihak lain. Ini menciptakan lingkaran setan di mana seseorang merasa tidak berdaya dan terperangkap dalam kondisi yang tidak diinginkan.
Takut Mengambil Risiko dan Berani Keluar dari Zona Nyaman
Orang bermental miskin cenderung sangat takut mengambil risiko, bahkan risiko yang terukur sekalipun. Gagasan untuk mencoba hal baru, berinvestasi, memulai usaha, atau sekadar belajar keterampilan baru seringkali disambut dengan kecemasan berlebihan akan kegagalan. Mereka lebih memilih bertahan di zona nyaman, meskipun zona itu tidak memberikan kemajuan atau bahkan terasa menjemukan. Prinsip "lebih baik aman" ini menjadi penjara yang menghalangi pertumbuhan. Padahal, inovasi dan kemajuan seringkali lahir dari keberanian melangkah keluar dari kebiasaan. Ketakutan akan kegagalan membuat mereka enggan berinvestasi pada diri sendiri, baik itu dalam bentuk waktu, uang, atau tenaga, karena menganggapnya sebagai pengeluaran yang tidak pasti hasilnya, bukan sebagai investasi masa depan.