Sebuah studi terkini yang dipimpin oleh Tara Arbab, PhD, dari Netherlands Institute for Neuroscience dan Amsterdam UMC, mengungkapkan bahwa gelombang otak tertentu dapat menjadi indikator biologis yang akurat untuk mengukur gejala Gangguan Obsesif-Kompulsif (OCD). Temuan ini diyakini dapat merevolusi terapi Deep Brain Stimulation (DBS) agar menjadi lebih presisi, personal, dan adaptif.
Dipublikasikan dalam jurnal Nature Mental Health dan dikutip dari New Atlas, studi ini menandai langkah besar dalam pemahaman neurobiologis terhadap OCD. Dengan memanfaatkan sinyal otak sebagai acuan, terapi DBS yang selama ini terus-menerus aktif (always on) bisa dikembangkan menjadi responsif terhadap kondisi psikologis pasien saat gejala muncul.
Penelitian ini melibatkan 11 pasien OCD berat yang telah resisten terhadap pengobatan konvensional. Tim menanamkan elektroda di area otak tertentu untuk merekam aktivitas potensial medan lokal (LFP) sekaligus memberikan stimulasi elektrik sebagai bagian dari terapi DBS. Eksperimen dilakukan dalam pengaturan klinis terkendali, di mana pasien dipicu untuk mengalami gejala OCD melalui empat fase: fase dasar (menonton video), fase obsesi (menghadapi pemicu), fase kompulsi (melakukan perilaku obsesif), dan fase kelegaan.