Tampang

Sejarah Peradilan Jawa Kuna: Sistem Hukum dan Peran Raja yang Adil

1 Jun 2025 10:02 wib. 32
0 0
Candi Jabung peninggalan majapahit yang berdiri di Desa Jabung, Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo. (kebudayaan.kemdikbud.go.id)
Sumber foto: Google

Jakarta, Tampang.com – Sejarah masyarakat Jawa Kuna (abad 8 sampai 15 Masehi) mencatatkan keberadaan kerajaan-kerajaan besar dengan kejayaan yang telah memiliki sistem hukum yang mapan. Riwayat mengenai aparat penegak hukum dan dasar hukum pada masa itu terukir dalam sejumlah prasasti, seperti Prasasti Guntur (907 Masehi) era Kerajaan Mataram Kuno, Mula Malurung (1255 Masehi) era Kerajaan Kadiri, hingga kitab Nagarakertagama era Majapahit.

Peneliti Pusat Penelitian Arkeologi Nasional yang bergabung dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Titi Surti Nastiti, mengungkapkan bahwa sistem hukum pada masa Jawa Kuna terus mengalami perubahan dan penyempurnaan. “Mulai Kadiri-Majapahit, jadi sistem hukum ini kan selalu menambah, ada perombakan-perombakan terus setiap kerajaan,” kata Titi saat dihubungi melalui sambungan telepon, Jumat (28/5/2025).

Pejabat Pengadilan dan Juru Bicara Dalam disertasinya, "Kedudukan dan Peranan Perempuan dalam Masyarakat Jawa Kuna (Abad VIII-XV Masehi)", Titi menyebutkan bahwa prasasti era Mataram Kuna menyatakan pejabat yang berurusan dengan pengadilan disebut “Sang Pamgat”, yang disingkat menjadi "samgat" atau "samget". Pada masa itu, perkara yang diadili di pengadilan menyangkut kasus pidana (kejahatan) maupun perdata (perdagangan, jual beli, piutang).

Sementara itu, pada masa Majapahit (abad 13-15), pejabat kehakiman disebut “sang pragwiwaka-wyawaharanyayanyayawicchedaka”, sebagaimana terukir pada prasasti Sukamerta (1218 Saka/1296 Masehi) dan prasasti Adan-adan (1223 Saka/1301 Masehi). “Itu adalah hakim yang dapat membedakan antara yang benar dan salah dalam persengketaan,” ujar Titi.

Selain itu, terdapat pula “sang dharmmadhikarananyayanyawya-waharawicchedaka” yang berarti pemimpin keagamaan yang berwenang memutuskan persengketaan antara pihak yang benar dan yang salah. Jabatan ini tertuang dalam prasasti Tuhañaru (1245 Saka/1323 Masehi). Ada juga “sang dharmmaprawaktawyawaharawicchedaka” yang dijelaskan dalam prasasti Canggu (1280 Saka/1258 Masehi) dan prasasti Sekar (1366 Masehi), yang merupakan juru bicara dalam bidang keagamaan atau hukum yang dapat memutuskan persengketaan.

<123>

#HOT

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

POLLING

Dampak PPN 12% ke Rakyat, Positif atau Negatif?