Kehadiran perades yang 'nyambi' sebagai penyelenggara Pilkada, terutama dalam peran yang dijalankan dalam jangka waktu yang cukup panjang, tentu menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya keterlambatan atau bahkan kelalaian dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan di tingkat desa. Fokus dan konsentrasi mereka sebagai perades bisa terbelah, sehingga berpotensi mengganggu kelancaran proses pemerintahan desa.
Selain itu, ikut serta perades yang 'nyambi' sebagai penyelenggara Pilkada juga dapat menimbulkan potensi konflik kepentingan. Pelaksanaan Pilkada, khususnya dalam tahapan kampanye, pemungutan suara, hingga penghitungan suara, merupakan proses yang rawan dengan dinamika politik dan kepentingan politik dari berbagai pihak. Peran perades dalam penyelenggaraan politik praktis seperti Pilkada, terutama bila dijalankan secara "nyambi", dapat menimbulkan keraguan akan netralitas serta independensi mereka sebagai aparatur pemerintahan desa.
Di sisi lain, ada juga pandangan yang beranggapan bahwa keterlibatan perades, PNS, dan PPPK dalam penyelenggaraan Pilkada bisa menjadi suatu peluang untuk memperkuat aspek demokrasi yang lebih partisipatif. Dengan keterlibatan mereka, diharapkan pesta demokrasi bisa berlangsung dengan lebih profesional dan bertanggung jawab.
Selain itu, hal ini juga bisa menjadi kesempatan bagi mereka untuk memahami lebih dalam proses demokrasi di tanah air, sehingga potensi konflik kepentingan bisa ditekan dengan asas profesionalitas dan netralitas yang kuat dalam menjalankan tugasnya selaku penyelenggara Pilkada.
Namun, dalam realitasnya, keterlibatan perades, PNS, dan PPPK sebagai penyelenggara Pilkada juga memunculkan berbagai masalah terkait pemberian insentif atau penghasilan tambahan yang diterima oleh mereka atas partisipasinya dalam penyelenggaraan Pilkada. Mengingat Pilkada merupakan agenda politik yang bersifat temporer dan tidak termasuk dalam tanggung jawab pokok mereka sebagai aparatur pemerintahan, maka penghasilan tambahan yang diterima juga menjadi sorotan publik.
Sebagai upaya untuk mengantisipasi potensi konflik kepentingan dan menjaga netralitas serta independensi perades, PNS, dan PPPK dalam penyelenggaraan Pilkada, diperlukan mekanisme kontrol serta pengawasan yang lebih ketat. Hal ini penting untuk menjamin bahwa partisipasi mereka dalam penyelenggaraan Pilkada tidak melenceng dari prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.