Tampang

Dr Masri Sitanggang: Melawan Komunisme

16 Jan 2020 12:25 wib. 2.662
0 0
masri sitanggang

Penguasaan bahasa Belanda yang baik,  minat belajar yang sangat kuat  dan hubungan dekatnya dengan Sneevliet  membuat  Semaoen dipercaya sebagai ketua propagandis VSTP dan mendapat gaji. Jabatan ini membuat Semaoen harus intens mempelajari ideologi Marxis dan harus pindah pula ke Semarang, tempat kedudukan Pengurus besar VSTP,  Juli 1916.  Setahun kemudian, tepatnya 6 Mei 1917, dia terpilih pula menjadi ketua SI Semarang. 

Semaoen mengganti ISDV menjadi Partai Komunis Hindia, 23 Mei 1920.  Ia menduduki posisi ketua dan Darsono sebagai Wakil Ketua.  Belakangan organisasi ini menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Semaoen adalah ketua pertama, sementara Alimin mempin Wilayah Jakarta sejak 1918.
Pada akhir tahun 1921 Semaoen  meninggalkan Indonesia untuk pergi ke Moskow, dan Tan Malaka menggantikannya sebagai Ketua Umum PKI. Setelah kembali ke Indonesia pada bulan Mei 1922, dia mendapatkan kembali posisi Ketua Umum PKI dan mengganti nama SI  yang dipimpinnya menjadi Sarekat Rakyat, bagian dari PKI,  di tahun 1924. 

Dari sekilas perjalanan Semaoen dan kawan-kawannya, terbuktilah bahwa meski pun mereka aktivis SI, tetapi lebih intens mendapat asupan dan bergulat dengan pemikikiran Sosialisme-komunisme  Marxis dari pada Islam.  Namun begitu, pada saat itu, Semaoen dan juga orang-orang SI lainnya yang kemudian menjadi PKI tidak mengetahui bahwa di dalam ajaran sosialisme Marxisme  itu terkandung prinsip-prinsip ateisme yang bertentangan dengan ajaran Islam. Sukendar, Ketua Perwakilan PKI dalam Kongres SI tahun 1922, misalnya, ketika diminta tanggapannya terkait SI yang akan menjadi Partai Sarekat Islam, menyatakan bahwa menjadi komunis bukan berarti tidak percaya adanya Tuhan. Tetapi ia mengakui gerakan mereka netral dalam urusan agama. Orang-orang PKI tak ingin Islam di bawa-bawa ke ranah politik. Hal ini mengagetkan para peserta kongres. 

Jadi, ada yang tidak beres pada diri Semaoen dan kawan-kawannya. Kata Mohammad Hatta, “Kalau ada orang komunis yang mengatakan ia percaya pada Tuhan, atau seorang muslim mengaku dirinya Marxis, maka ada yang tidak beres padanya.” Maka, “Tidak sedikit orang yang tersinggung karena merasa banyak yang tak beres pada dirinya, tapi yang tak tersinggung karena tak tahu, lebih banyak lagi .”, kata Tufiq Ismail. Kalimat terakhir Taufiq Ismail itu justeru menjadi kekhawatIran terbesar kita sekarang ini : lebih banyak yang tidak tersinggung karena tidak tahu. Betapa banyak orang  tidak tahu kalau “netral dalam urusan agama”  atau “mengharamkan agama dibawa ke ranah politik”  berarti sudah kerasukan bibit faham komunis. Malah, mereka yang tidak tahu itu  justeru banyak pula aktivis  oraganisasi Islam.

#HOT

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

POLLING

Apakah Aturan Pemilu Perlu Direvisi?