Berkeliling di banyak kota tua di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, atau Bandung, seringkali kita seperti diajak melintasi lorong waktu. Bangunan-bangunan bergaya Eropa, jalan-jalan lebar dengan pohon rindang, hingga pola permukiman tertentu, semua ini adalah saksi bisu dari masa lalu yang tak bisa dipisahkan dari era kolonialisme. Pengaruh kekuasaan asing selama berabad-abad bukan hanya membentuk sejarah politik dan sosial, tetapi juga secara fundamental mengubah struktur fisik dan karakter kota-kota di Nusantara. Jejak kolonialisme itu masih sangat kentara, membentuk wajah kota hingga hari ini.
Kota Lama dan Kawasan Eropa: Pusat Kekuasaan dan Perdagangan
Salah satu warisan paling jelas dari kolonialisme adalah pembentukan kota lama atau kawasan Eropa. Di banyak kota besar, penjajah Belanda membangun pusat pemerintahan, perdagangan, dan permukiman mereka terpisah dari permukiman pribumi. Contoh paling gamblang bisa kita lihat di Kota Tua Jakarta (Batavia), yang dulunya adalah pusat pemerintahan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Di sana, terdapat gedung-gedung pemerintahan, kantor dagang, gudang, hingga gereja yang dibangun dengan arsitektur khas Eropa.
Pola ini berulang di kota-kota lain. Kawasan ini biasanya ditata dengan jalan-jalan yang rapi, saluran air yang terencana, dan fasilitas publik yang menunjang aktivitas para kolonial. Tujuan utamanya adalah menciptakan lingkungan yang nyaman dan aman bagi mereka, sekaligus memudahkan kontrol terhadap aktivitas ekonomi dan administrasi. Penataan ini mencerminkan hierarki sosial pada masa itu, di mana warga Eropa menempati area sentral dan paling strategis, terpisah dari pemukiman etnis lain atau pribumi yang seringkali berada di pinggiran atau diatur dalam kampung-kampung.