Semaoen bersimpati berat kepada Sneevliet dan menyapa orang Belanda itu sebagai “guru”. Tidak salah, karena di tengah orang-orang Belanda bermental kolonial dan merasa superior, Sneevliet justeru menawarkan persamaan dan semangat revolusiner. Maka, Semaoen pun ikut aktif di dua organisasi beraliran komunisi itu. Alimin dan Darsono ikut pula di ISDV.
Penguasaan bahasa Belanda yang baik, minat belajar yang sangat kuat dan hubungan dekatnya dengan Sneevliet membuat Semaoen dipercaya sebagai ketua propagandis VSTP dan mendapat gaji. Jabatan ini membuat Semaoen harus intens mempelajari ideologi Marxis dan harus pindah pula ke Semarang, tempat kedudukan Pengurus besar VSTP, Juli 1916. Setahun kemudian, tepatnya 6 Mei 1917, dia terpilih pula menjadi ketua SI Semarang.
Semaoen mengganti ISDV menjadi Partai Komunis Hindia, 23 Mei 1920. Ia menduduki posisi ketua dan Darsono sebagai Wakil Ketua. Belakangan organisasi ini menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Semaoen adalah ketua pertama, sementara Alimin mempin Wilayah Jakarta sejak 1918.
Pada akhir tahun 1921 Semaoen meninggalkan Indonesia untuk pergi ke Moskow, dan Tan Malaka menggantikannya sebagai Ketua Umum PKI. Setelah kembali ke Indonesia pada bulan Mei 1922, dia mendapatkan kembali posisi Ketua Umum PKI dan mengganti nama SI yang dipimpinnya menjadi Sarekat Rakyat, bagian dari PKI, di tahun 1924.
Dari sekilas perjalanan Semaoen dan kawan-kawannya, terbuktilah bahwa meski pun mereka aktivis SI, tetapi lebih intens mendapat asupan dan bergulat dengan pemikikiran Sosialisme-komunisme Marxis dari pada Islam. Namun begitu, pada saat itu, Semaoen dan juga orang-orang SI lainnya yang kemudian menjadi PKI tidak mengetahui bahwa di dalam ajaran sosialisme Marxisme itu terkandung prinsip-prinsip ateisme yang bertentangan dengan ajaran Islam. Sukendar, Ketua Perwakilan PKI dalam Kongres SI tahun 1922, misalnya, ketika diminta tanggapannya terkait SI yang akan menjadi Partai Sarekat Islam, menyatakan bahwa menjadi komunis bukan berarti tidak percaya adanya Tuhan. Tetapi ia mengakui gerakan mereka netral dalam urusan agama. Orang-orang PKI tak ingin Islam di bawa-bawa ke ranah politik. Hal ini mengagetkan para peserta kongres.
Jadi, ada yang tidak beres pada diri Semaoen dan kawan-kawannya. Kata Mohammad Hatta, “Kalau ada orang komunis yang mengatakan ia percaya pada Tuhan, atau seorang muslim mengaku dirinya Marxis, maka ada yang tidak beres padanya.” Maka, “Tidak sedikit orang yang tersinggung karena merasa banyak yang tak beres pada dirinya, tapi yang tak tersinggung karena tak tahu, lebih banyak lagi .”, kata Tufiq Ismail. Kalimat terakhir Taufiq Ismail itu justeru menjadi kekhawatIran terbesar kita sekarang ini : lebih banyak yang tidak tersinggung karena tidak tahu. Betapa banyak orang tidak tahu kalau “netral dalam urusan agama” atau “mengharamkan agama dibawa ke ranah politik” berarti sudah kerasukan bibit faham komunis. Malah, mereka yang tidak tahu itu justeru banyak pula aktivis oraganisasi Islam.
Banyak juga yang tidak tahu kemudian terhasut. Misalnya, seperti pemberontakan PKI tahun 1927 di Sumatera Barat. Taufiq Ismail mengutip Brackman menggambarkan pemberontakan itu sebagai : “more in the nature of a ‘holy war’ by Islamic zealots than Communist rebellion”, pemberontakannya malah berciri Islami ketimbang komunis.
Karena komunis adalah faham yang berasal dari pengajaran, maka ajaran yang berbau komunis dalam segala bentuknya memang wajib diharamkan. Yang paling dasar, misalnya adalah ajaran yang merendahkan nilai agama atau ketuhanan, memisahkan agama dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara, atau ajaran netral agama. Sebab, ajaran ini adalah bagian dari ajaran komunis untuk tumbuh berkembangnya komunis lebih lanjut.
Adalah tugas dan kewajiban negara mencerdaskan bangsa, bukan kewajiban individu dan keluarga. Melalui pendidikan, baik formal mau pun non formal, pemerintah berkewajiban membangun anak bangsa menjadi insan cerdas. Cerdas yang dimaksud adalah cerdas berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa sesuai cita-cita pendirian negara ini. Oleh karena itu, semua materi ajar dan metode yang digunakan harus mampu mengarahkan anak didik pada pembentukan insan yang cerdas ber-Ketuhahan Yang Maha Esa; dan secara khusus, mata ajar agama harus mendapat perhatian utama untuk senantiasa ditingkatkan kulitasnya.