Tanah adat adalah sebuah konsep krusial dalam lanskap hukum dan sosial Indonesia yang merujuk pada hak atas tanah yang dimiliki dan dikelola secara komunal oleh masyarakat hukum adat. Ini bukan sekadar sebidang tanah, melainkan cerminan dari hubungan spiritual, historis, dan sosial antara komunitas dengan wilayah leluhur mereka. Pemahaman mengenai tanah adat sangat penting karena terkait erat dengan identitas, keberlanjutan hidup, serta keadilan bagi jutaan penduduk asli di seluruh kepulauan Nusantara. Konsep ini menantang paradigma kepemilikan tanah individual modern, menawarkan perspektif tentang kepemilikan kolektif dan fungsi sosial-ekologis.
Hak Komunal yang Diakui Konstitusi
Definisi tanah adat tidak bisa dilepaskan dari keberadaan masyarakat hukum adat. Menurut Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18B ayat (2), negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengakuan ini diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 yang menegaskan bahwa hutan adat bukanlah hutan negara, melainkan hutan yang berada di wilayah masyarakat hukum adat.
Prinsip utamanya adalah hak komunal, bukan hak individu. Artinya, tanah adat bukan dimiliki oleh perseorangan, melainkan oleh komunitas adat secara kolektif. Pengelolaan dan pemanfaatan tanah tersebut diatur berdasarkan hukum adat (kebiasaan) yang berlaku dalam komunitas tersebut. Hukum adat ini mencakup berbagai aturan mengenai pewarisan, pemanfaatan sumber daya alam (hutan, air, tambang), hingga penyelesaian sengketa di antara anggota komunitas. Keberadaan tanah adat seringkali menjadi penanda eksistensi suatu masyarakat adat dengan segala pranata sosial dan budayanya.