Industri asuransi di Indonesia tengah menggodok usulan untuk mewajibkan asuransi bencana bagi masyarakat sebagai bentuk antisipasi risiko kebencanaan. Selain kewajiban asuransi atas kerugian pihak ketiga untuk kendaraan bermotor, pegiat reasuransi PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re menyuarakan pentingnya peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait Disaster Risk Financing and Insurance.
Menurut Direktur Utama Indonesia Re, Benny Waworuntu, langkah ini memerlukan peran aktif pemerintah dan regulator dalam mengeluarkan peraturan tentang asuransi perencanaan, terutama asuransi wajib. Hal ini diperkuat dengan pernyataan President Director PT Reasuransi Maipark Indonesia, Kocu Andre Hutagalung, yang menyebutkan urgensi penetrasi asuransi bencana alam.
Dalam Program Money Talks CNBC Indonesia, Kocu mengungkap bahwa industri asuransi mendukung program mitigasi bencana pemerintah sebagai langkah untuk menekan efek bencana bagi jiwa, aset, bisnis, dan usaha. Data yang dipaparkan Kocu juga menunjukkan bahwa bencana alam di Indonesia mampu menimbulkan kerugian hingga Rp 20 triliun per tahun.
Selain itu, OJK juga tengah memperhatikan asuransi wajib bagi kendaraan bermotor. Pada Januari 2025, diharapkan seluruh kendaraan bermotor di Indonesia akan wajib mengikuti asuransi third party liability (TPL). Produk asuransi ini memberikan ganti rugi terhadap pihak ketiga akibat risiko yang dijamin dalam polis.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, mengungkapkan bahwa saat ini asuransi kendaraan bersifat sukarela. Namun, Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) menetapkan bahwa asuransi kendaraan dapat menjadi kewajiban bagi seluruh pemilik mobil dan motor.
Ogi juga menekankan bahwa peraturan pemerintah terkait asuransi wajib harus sesuai dengan UU PPSK, di mana pada Januari 2025 diharapkan setiap kendaraan akan tercakup dalam asuransi TPL.