Sebuah panduan editorial internal yang terungkap oleh The Intercept, sebuah organisasi berita investigatif Amerika, telah mengungkapkan bagaimana The New York Times memerintahkan jurnalis mereka untuk melaporkan invasi Israel ke Gaza, memicu perdebatan mengenai bias media dan peran jurnalisme dalam membentuk persepsi publik.
Panduan tersebut memperingatkan agar hindari penggunaan istilah seperti "genosida," "pembersihan etnis," "wilayah yang dijajah," dan "kamp pengungsi," meskipun Perserikatan Bangsa-Bangsa mengakui ada hingga delapan kamp pengungsi di dalam Gaza yang terkepung.
Memo tersebut juga mengarahkan para reporter untuk tidak menggunakan istilah "pejuang" dalam merujuk kepada serangan tertentu, dan malah menyarankan penggunaan istilah "teroris," sebuah istilah yang diterapkan secara tidak konsisten dalam dokumen tersebut, menurut analisis The Intercept, yang mencatat bias NYT yang condong kepada perspektif Israel dalam perang tersebut.
Memo yang bocor juga menyarankan untuk menghindari penggunaan kata "Palestina" secara rutin, kecuali dalam konteks-konteks luar biasa seperti referensi historis atau perkembangan politik penting yang diakui oleh lembaga internasional.
Panduan editorial ini telah menimbulkan kontroversi di kalangan pembaca dan jurnalis. Banyak yang merasa bahwa panduan ini menunjukkan pandangan pro-Israel yang tidak seimbang dan dapat memengaruhi cara berpikir masyarakat tentang konflik di Timur Tengah. Selain itu, beberapa pihak juga menyoroti bahwa panduan tersebut tampaknya melanggar prinsip-prinsip jurnalisme yang seharusnya independen, obyektif, dan adil.