Dalam menanggapi panduan ini, beberapa jurnalis The New York Times bahkan menyatakan keprihatinan mereka atas pembatasan ini terhadap kebebasan berekspresi dan kebenaran. Mereka menegaskan bahwa sebagai wartawan, tugas utama mereka adalah memberikan laporan yang akurat dan jujur tanpa adanya tekanan dari pihak manapun.
Perdebatan mengenai etika jurnalistik dan panduan editorial institusi media memang bukan hal baru, terutama dalam liputan konflik-konflik politik sensitif seperti konflik Israel-Palestina. Namun, panduan yang mengarahkan jurnalis untuk menggunakan bahasa-bahasa tertentu bisa membawa dampak yang signifikan dalam pembentukan persepsi publik terhadap konflik tersebut.
Kendati demikian, perubahan panduan editorial terkait pelaporan konflik belum tentu merupakan hal yang buruk. Sebagai contoh, kemampuan media untuk memperhatikan pilihan kata-kata yang dapat memengaruhi persepsi publik adalah bagian penting dari tanggung jawab mereka dalam menyampaikan informasi yang seimbang dan akurat.
Penting juga untuk dicatat bahwa panduan editorial bukanlah hal yang jarang dijumpai di media-media ternama. Institusi media sering kali memiliki kebijakan internal yang mengatur bahasa yang digunakan dalam laporan mereka. Meskipun demikian, kebijakan semacam itu juga dapat menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana panduan tersebut dapat memengaruhi kecenderungan media untuk bersikap obyektif dan independen dalam liputan mereka.