Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa tingkat kemiskinan terus menurun di Indonesia, mencapai angka 9,03% pada bulan Maret 2024, turun dari 9,36% pada Maret 2023. Meskipun hal ini menunjukkan penurunan yang positif, namun hal ini terjadi di tengah rendahnya standar tingkat garis kemiskinan yang diberlakukan di Indonesia.
Pada bulan Maret 2024, jumlah penduduk miskin turun sebanyak 0,68 juta orang dibandingkan data pada bulan Maret 2023, menyebabkan total jumlah penduduk miskin mencapai 25,22 juta orang. BPS juga menyatakan bahwa penduduk miskin pada Maret 2024 adalah mereka yang memiliki pengeluaran maksimal Rp582.932 per kapita per bulan, mencerminkan angka yang menunjukkan kondisi ekonomi yang sulit bagi sebagian masyarakat.
Menurut Imam, terjadi kenaikan garis kemiskinan sebesar 5,90% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan ini dipengaruhi oleh naiknya harga komoditas pokok yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat miskin. Hal ini menunjukkan bahwa ketimpangan ekonomi di Indonesia masih menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian serius.
Tingkat Garis Kemiskinan Relatif Rendah Dibanding Negara ASEAN Lainnya
Meskipun angka kemiskinan mengalami penurunan secara signifikan di bawah pemerintahan Presiden Jokowi, standar pengeluaran per kapita per bulan di Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga di ASEAN.
Di Indonesia, pengeluaran per kapita per hari hanya berkisar di angka Rp19.431, atau bahkan tidak mencapai Rp20.000. Sementara itu, negara-negara seperti Filipina, Vietnam, Singapura, Lao PDR, Thailand, Kamboja, dan Malaysia cenderung memiliki standar pengeluaran yang jauh lebih tinggi. Secara rata-rata, garis kemiskinan per hari di negara-negara ASEAN kecuali Brunei Darussalam dan Malaysia berada di level Rp30.189, angka yang jauh lebih tinggi daripada pengeluaran per kapita harian di Indonesia.