Kondisi Perceraian di Korea Utara
Perceraian di Korea Utara menimbulkan konsekuensi yang sangat berat bagi pasangan yang memutuskan untuk berpisah. Dalam tatanan sosial yang sangat terpengaruh oleh ideologi sosialis dan pemerintahan otoriter, perceraian dianggap sebagai tindakan yang mengganggu stabilitas sosial dan menentang prinsip-prinsip kehidupan yang diinginkan oleh pemerintah.
Seiring dengan pandangan masyarakat yang menekankan pentingnya keutuhan keluarga dan stabilitas pernikahan, perceraian di Korea Utara seringkali dipicu oleh kekerasan dalam rumah tangga. Wanita sering menjadi korban dalam situasi ini, dan banyak dari mereka yang memutuskan untuk menceraikan suaminya untuk melindungi diri mereka dari kekerasan yang terus-menerus.
Kebijakan pemerintah yang memberlakukan hukuman kerja paksa bagi pasangan yang bercerai seolah menjadi upaya untuk mengendalikan jumlah perceraian dan mempertahankan ketertiban sosial sesuai dengan ideologi yang dianut oleh negara itu.
Namun, hal ini justru menunjukkan bahwa pemerintah lebih mementingkan stabilitas sosial daripada melindungi hak-hak individu, terutama hak-hak perempuan dalam situasi perceraian.
Pemerintah Korea Utara harus mempertimbangkan kebijakan yang lebih manusiawi terkait dengan perceraian, yang tidak hanya mempertimbangkan stabilitas sosial, tetapi juga melindungi hak-hak individu dalam hubungan pernikahan.
Penting bagi negara untuk mengadopsi pendekatan yang lebih empatik terhadap kasus-kasus perceraian, dengan memberikan perlindungan dan bantuan kepada pasangan yang membutuhkan, terutama kepada perempuan yang menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga.
Kondisi Wanita dalam Kasus Perceraian
Perempuan di Korea Utara seringkali menjadi pihak yang paling dirugikan dalam kasus perceraian. Mereka tidak hanya harus menanggung beban emosional dari perpisahan, tetapi juga harus menerima hukuman yang lebih berat dibandingkan dengan pria. Kondisi ini menunjukkan ketidakadilan dalam sistem hukum dan memperparah penderitaan yang mereka alami akibat perceraian.
Fakta bahwa wanita cenderung menjadi pihak yang mencari perceraian sebagai jalan keluar dari kekerasan dalam rumah tangga seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah dalam memperbaiki kebijakan terkait perceraian.