Angka perceraian yang terus meningkat menjadi perhatian serius di berbagai negara, termasuk Indonesia. Belakangan ini, isu tersebut kembali mencuat ke permukaan dan memantik perdebatan di ruang publik. Bahkan, Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menyuarakan perlunya revisi terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Menurutnya, hukum pernikahan tak seharusnya hanya mengatur aspek formal pernikahan, tetapi juga perlu memperhatikan keberlanjutan dan pelestarian hubungan suami istri.
Pernikahan sejatinya bukan hanya urusan pribadi pasangan, tetapi juga menyangkut stabilitas sosial. Maka, negara dinilai harus hadir bukan hanya saat ijab kabul berlangsung, melainkan juga turut serta menjaga agar rumah tangga tetap harmonis dan tidak mudah goyah.
Salah Kaprah tentang Penyebab Perceraian
Banyak orang beranggapan bahwa perselingkuhan adalah alasan utama di balik runtuhnya banyak rumah tangga. Namun, laporan dari Forbes Advisor membantah asumsi tersebut. Dalam survei global yang mereka himpun, konflik nomor satu yang memicu perceraian ternyata bukan soal orang ketiga. Justru, akar permasalahan paling umum adalah minimnya dukungan dari keluarga terhadap pasangan yang menikah.
Kurangnya dukungan ini bisa muncul dalam banyak bentuk: tekanan dari keluarga besar, ketidaksetujuan terhadap pasangan, atau bahkan campur tangan yang berlebihan dalam urusan rumah tangga. Semua itu menjadi sumber stres yang jika tidak diselesaikan dengan komunikasi yang sehat, bisa berujung pada perceraian.
Negara dengan Tingkat Perceraian Tertinggi di Dunia
Data dari World Population Review mencatat sejumlah negara dengan tingkat perceraian tertinggi di dunia (dihitung per 1.000 penduduk per tahun). Berikut adalah 13 negara teratas: