Bolivia kembali dilanda gejolak politik yang mencengkeram negara tersebut setelah terjadinya kudeta militer yang menggulingkan Presiden Luis Arce. Kejadian ini menambah daftar panjang krisis politik yang telah mengguncang negara Amerika Selatan ini selama beberapa dekade terakhir. Kudeta yang berlangsung cepat dan penuh kekerasan ini menimbulkan banyak pertanyaan tentang masa depan Bolivia serta dampaknya terhadap stabilitas regional.
Pada pagi hari, kelompok militer yang dipimpin oleh Jenderal Carlos Mejía mengumumkan pengambilalihan kekuasaan melalui siaran televisi nasional. Jenderal Mejía menuduh pemerintah Arce terlibat dalam korupsi dan gagal mengatasi masalah ekonomi yang semakin memburuk. Ia berjanji akan membentuk pemerintahan sementara yang bertugas mengadakan pemilihan umum yang bebas dan adil dalam waktu enam bulan ke depan.
"Kami tidak punya pilihan lain selain mengambil langkah ini demi menyelamatkan negara dari kehancuran lebih lanjut. Kami akan memastikan bahwa suara rakyat Bolivia didengar dan dihormati," kata Jenderal Mejía dalam pidatonya.
Namun, banyak pihak yang meragukan niat baik dari kudeta ini. Luis Arce, yang terpilih secara demokratis pada tahun 2020, adalah penerus dari Evo Morales, presiden pertama Bolivia yang berasal dari kelompok pribumi. Arce dan Morales telah lama menjadi sasaran kritik dari kelompok elit dan militer yang merasa terancam oleh kebijakan pro-rakyat mereka.