Amerika Serikat (AS) secara tiba-tiba memasukkan Brunei Darussalam ke dalam daftar hitam terkait perdagangan manusia, menandai negara tetangga Indonesia tersebut sebagai salah satu dari beberapa negara yang "di-blacklist" oleh AS. Keputusan ini diungkapkan dalam laporan tahunan Departemen Luar Negeri AS yang diterbitkan oleh AFP pada Selasa, 25 Juni 2024. Brunei ditempatkan dalam daftar "Tingkat 3" yang berisi negara-negara yang dianggap tidak cukup berusaha dalam melawan perdagangan manusia, kemudian didefinisikan sebagai negara yang dapat dikenakan sanksi atau pengurangan bantuan oleh AS. Laporan tersebut menyebut bahwa Brunei tidak memberikan hukuman kepada pelaku perdagangan manusia selama tujuh tahun berturut-turut, bahkan hingga mengadili atau mendeportasi korban yang memerlukan bantuan.
Perlakuan monarki kaya minyak tersebut terhadap para korban perdagangan manusia juga dipertanyakan dalam laporan tersebut, dengan menyebutkan bahwa Brunei memublikasikan upaya untuk menangkap "pekerja yang melarikan diri," bahkan mencambuk beberapa di antara mereka yang tertangkap. Meskipun Brunei memiliki hubungan yang baik dengan AS, kritik terhadap negara mayoritas Muslim ini terus berlanjut, terutama terkait penerapan hukuman mati, terutama terhadap kelompok homoseksual.