Terpidana juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sejumlah Rp 114 juta dengan ancaman pidana penjara selama 1 tahun jika tidak membayar.
Terkait dengan terpidana, kata dia, telah dilakukan beberapa kali pemanggilan untuk menjalani putusan tersebut.
Namun, terpidana tidak menunjukkan iktikad baik untuk melaksanakan putusan pengadilan.
"Terpidana bahkan sempat melarikan diri ke luar Provinsi Aceh," ujarnya.
Dia mengatakan bahwa penangkapan terpidana DPO sejak 2016, dilakukan atas informasi dari masyarakat.
"Penangkapan DPO oleh tim tangkap buronan ini dipimpin oleh Asisten Intelijen Kejati Aceh, Mukhzan," katanya.
Kejati Aceh, menurut Ali Rasab, mengimbau kepada terpidana yang masuk DPO untuk segera menyerahkan diri dan mempertanggungjawabkan perbuatannya sesuai putusan pengadilan.
"Tidak ada tempat yang aman bagi DPO atau buronan karena hukum harus tetap ditegakkan. Penangkapan DPO tersebut merupakan bukti komitmen Kejati Aceh dalam menegakkan hukum dan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat," kata Ali Rasab Lubis.
Akhirnya, terpidana coruptor yang telah lama menjadi buronan di Aceh berhasil ditangkap oleh Tim Tangkap Buron Kejati Aceh. Jemelah Aman Safii, mantan Kepala Kampung Arul Badak, terpidana atas tindak pidana korupsi dalam pembangunan rumah bantuan korban konflik pada Dinas Sosial Kabupaten Aceh Tengah tahun anggaran 2006. Keberhasilan penangkapan ini tentu memberikan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Aceh.