Platform media sosial X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter, baru-baru ini mengumumkan kebijakan yang memperbolehkan pengguna untuk memposting dan melihat konten dewasa, termasuk konten pornografi. Keputusan ini langsung menjadi perhatian publik lantaran kontroversi yang melekat padanya.
Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kominfo, Usman Kansong, menegaskan bahwa pornografi adalah hal yang dilarang berdasarkan Ketentuan Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Antipornografi. Di sisi digital, konten pornografi juga dilarang berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Terdapat mekanisme yang telah kita lakukan untuk mencegah penyebaran konten pornografi di dunia digital, seperti penggunaan filter kata kunci terkait pornografi," papar Usman. "Apabila X melanggar aturan terkait pornografi, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019, Kominfo dapat mengambil tindakan, mulai dari teguran hingga penutupan akses."
Keputusan ini telah mendapat reaksi beragam dari masyarakat. Sebagian orang memandangnya sebagai sebuah pelanggaran etika dan nilai-nilai moral, sementara yang lainnya menganggapnya sebagai langkah positif untuk membebaskan ekspresi di dunia maya.
Dalam perspektif hukum, pengizinan konten pornografi di media sosial mengundang pertanyaan tentang bagaimana batasan antara kebebasan berekspresi dan perlindungan terhadap nilai-nilai moral masyarakat. Akan tetapi, pandangan ini perlu diperjelas oleh pemerintah dan lembaga terkait untuk memberikan kejelasan bagi seluruh pihak.