“Selama ini, distribusi dokter spesialis sangat timpang. Banyak rumah sakit di daerah terpencil yang tidak punya satu pun spesialis. Kita akan rekrut putra-putri daerah agar mereka kembali dan mengabdi di tempat asalnya,” ujar Budi.
Langkah ini bukan hanya soal efisiensi pendidikan, tapi juga menyentuh aspek keadilan dalam pelayanan kesehatan nasional. Daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) yang selama ini kesulitan mendapatkan tenaga medis berkualitas, diharapkan bisa merasakan dampak positif langsung dari program ini.
Dukungan DPR dan Harapan untuk Insentif Merata
Komisi IX DPR RI secara umum menyambut baik terobosan ini. Mereka menilai reformasi ini sudah sejalan dengan kebutuhan mendesak di sektor kesehatan Indonesia. Namun, beberapa anggota DPR mengingatkan agar pelaksanaan di lapangan benar-benar diawasi ketat.
Monitoring dan evaluasi dianggap penting untuk memastikan bahwa sistem baru ini tidak berhenti hanya di atas kertas, tetapi benar-benar terealisasi dengan baik di berbagai wilayah. DPR juga mendorong agar pemberian insentif bagi peserta PPDS segera diterapkan secara merata di seluruh Indonesia, sehingga tidak ada perbedaan perlakuan antar daerah.
Fondasi Jangka Panjang untuk Kesehatan Nasional
Reformasi pendidikan dokter spesialis ini bukanlah solusi instan. Budi menegaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang untuk memperbaiki layanan kesehatan nasional secara menyeluruh. Salah satu dampak serius dari kurangnya tenaga spesialis terlihat dari tingginya angka kematian jamaah haji asal Indonesia yang tidak mendapat pelayanan medis optimal selama berada di Tanah Suci.
“Ini bukan hanya soal pendidikan, tapi juga soal menyelamatkan nyawa. Kita butuh lebih banyak dokter spesialis di lapangan, terutama di situasi krisis seperti musim haji,” tambah Budi.