Pendidikan dokter spesialis di Indonesia sedang menuju perubahan besar. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengumumkan rencana reformasi menyeluruh terhadap Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang selama ini dinilai tidak efisien dan membebani para dokter.
Dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Budi menjelaskan bagaimana sistem yang ada sekarang cenderung memberatkan dokter yang ingin melanjutkan spesialisasi. Mereka harus berhenti dari pekerjaan, membayar biaya pendidikan yang sangat tinggi, dan tidak memiliki penghasilan selama masa pendidikan.
“Di negara lain, dokter spesialis tetap bisa bekerja sambil menempuh pendidikan, bahkan digaji. Tapi di sini, mereka harus berhenti kerja, bayar mahal, dan baru bisa praktek lagi setelah lulus. Ini sangat tidak efisien,” ungkap Budi.
Model Baru: Belajar dari Sistem Internasional
Sebagai solusi atas permasalahan ini, pemerintah akan menerapkan sistem pelatihan dokter spesialis berbasis rumah sakit atau hospital-based training. Model ini mengacu pada standar akreditasi internasional yang dikeluarkan oleh ACGME-I (Accreditation Council for Graduate Medical Education - International) dari Amerika Serikat.
Dalam skema baru ini, peserta PPDS akan tetap aktif bekerja di rumah sakit yang berstatus sebagai Rumah Sakit Pendidikan Pemerintah (RSPP). Mereka tidak hanya melanjutkan pendidikan, tetapi juga menerima gaji serta tunjangan hidup yang dibiayai melalui beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Artinya, para calon dokter spesialis tidak lagi perlu meninggalkan pekerjaan atau menanggung beban finansial yang berat selama menjalani pendidikan lanjutan.
Pemerataan Spesialis: Fokus pada Daerah Kurang Terlayani
Salah satu poin krusial dari rencana ini adalah pemerataan distribusi dokter spesialis di seluruh Indonesia. Budi menekankan bahwa daerah terpencil dan pelosok harus menjadi prioritas penempatan lulusan PPDS dari RSPP.