Tampang

Penggunaan Doping pada Olahraga Profesional Jauh Lebih Banyak dari yang Terdeteksi

4 Okt 2017 08:58 wib. 3.938
0 0
Penggunaan Doping pada Olahraga Profesional Jauh Lebih Banyak dari yang Terdeteksi

Sebuah studi ilmiah baru telah menemukan bahwa kenyataannya penggunaan doping pada olahraga profesional jauh lebih banyak terjadi dibandingkan hasil resmi tes darah dan urine para atlet. Studi tersebut menemukan bahwa setidaknya 30 persen atlet di Kejuaraan Atletik Asosiasi Atletik Internasional 2011 (IAAF) dan 45 persen atlet di Pertandingan Pan-Arab pada tahun 2011 mengklaim telah menggunakan obat doping atau menggunakan metode doping lainnya. Hanya sebagian kecil dari kasus-kasus ini yang dideteksi dengan tes biologis: Di Kejuaraan Dunia, 0,5 persen tes biologis menunjukkan positif pada agen doping; Angka ini meningkat menjadi 3,6 persen untuk game Pan-Arab.

Harrison G. Pope, Jr, MD, MPH, direktur, Laboratorium Biologi Psikiatri di Rumah Sakit McLean di Belmont, Massachusetts, dan Profesor Rolf Ulrich dari Universitas Tübingen di Tübingen, Jerman, bersama dengan tujuh kelompok penulis internasional lainnya, melakukan studi atas nama World Anti Doping Agency (WADA) pada tahun 2011. Hasil penelitian, "Doping di Dua Kompetisi Atletik Elite yang Diuji dengan Survei Acak-Respon" kini telah dipublikasikan di jurnal Sports Medicine. Publikasi ini juga mencakup analisis statistik terperinci dalam lampiran yang menggarisbawahi pentingnya temuan.

Para ilmuwan menggunakan "metode tanggapan acak" untuk mengajukan pertanyaan kepada total 2.167 peserta di Kejuaraan Dunia di Daegu (Korea Selatan) dan Pertandingan Pan-Arab di Doha (Qatar), menanyakan apakah mereka telah menggunakan obat doping atau menggunakan doping lain yang dilarang metode sebelum kompetisi. Metode ini memastikan anonimitas responden dan memungkinkan mereka menjawab dengan jujur ​​tanpa mempedulikan konsekuensi negatifnya.

"Metode respons acak digunakan untuk topik sensitif. Dalam wawancara tatap muka langsung, responden akan sangat termotivasi untuk memberikan tanggapan yang diinginkan secara sosial, walaupun tanggapan ini tidak benar. Anonimitas memberi perlindungan, sehingga responden dapat menjawab dengan jujur, "jelas Ulrich, kepala Kelompok Penelitian Kognisi dan Persepsi di Departemen Psikologi di Universitas Tübingen.

<123>

0 Komentar

Belum ada komentar di artikel ini, jadilah yang pertama untuk memberikan komentar.

BERITA TERKAIT

BACA BERITA LAINNYA

POLLING

Apakah Indonesia Menuju Indonesia Emas atau Cemas? Dengan program pendidikan rakyat seperti sekarang.