Sebuah laporan terbaru yang diterbitkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) menemukan bahwa kasus infeksi campak pada tahun 2023 lalu melonjak menjadi lebih dari 10 juta kasus secara global.
Temuan terbaru ini dikaitkan dengan tingkat kesenjangan cakupan vaksin di seluruh dunia. Berdasarkan laporan tersebut, cakupan imunisasi yang tidak memadai secara global menjadi faktor yang mendorong terjadinya lonjakan kasus campak.
Dilansir dari Science Alert, pada tahun 2023, sebanyak 57 negara mengalami wabah campak yang besar dan mengganggu. Angka ini meningkat signifikan jika dibandingkan dengan tahun 2022, di mana hanya 36 negara yang terpengaruh oleh wabah campak. Salah satu faktor yang menyebabkan kenaikan kasus campak adalah kesenjangan global dalam cakupan vaksinasi.
Laporan yang dikeluarkan oleh WHO dan CDC juga mengungkapkan bahwa seluruh wilayah di dunia, kecuali Amerika, terkena dampak wabah campak. Bahkan, hampir setengah dari seluruh wabah besar dan mengganggu terjadi di kawasan Afrika.
Virus ini telah menyebabkan ruam, demam, gejala mirip flu, serta komplikasi yang sangat parah pada anak-anak dan diperkirakan telah menewaskan 107.500 orang pada tahun 2023. Dari jumlah korban jiwa tersebut, sebagian besar adalah anak-anak yang berusia di bawah lima tahun.
Menurut laporan tersebut, cara utama untuk mencegah wabah campak di dunia adalah dengan mencapai cakupan vaksinasi sebesar 95 persen dengan dua dosis vaksin campak atau rubella.