“Pada kondisi asma persisten, kita harus memberikan obat pengendali. Obat ini diberikan setiap hari untuk mencegah munculnya gejala dan menjaga agar saluran napas tetap terbuka,” jelasnya. Pemberian obat asma yang paling dianjurkan adalah melalui metode inhalasi karena obat bisa langsung mencapai saluran napas. “Obat inhalasi bekerja lebih cepat, dosisnya lebih kecil, dan efek sampingnya pun lebih minimal dibandingkan obat oral,” kata Wahyuni.
Terdapat beberapa bentuk terapi inhalasi yang umum digunakan, seperti nebulizer, metered-dose inhaler (MDI), dan dry powder inhaler. Untuk anak usia kecil, MDI harus digunakan bersama alat bantu bernama spacer, yaitu tabung yang menampung obat agar dapat dihirup secara perlahan. Spacer membantu anak-anak, terutama bayi, yang belum mampu bernapas dalam secara terkoordinasi saat menghirup obat dari alat semprot. “Kalau langsung disemprotkan tanpa spacer, sebagian besar obat hanya akan tertinggal di mulut, bukan sampai ke saluran napas bawah yang menjadi target terapi,” tegasnya. Sementara itu, alat seperti dry powder inhaler hanya disarankan untuk anak-anak yang lebih besar, biasanya usia 9 tahun ke atas, karena penggunaannya memerlukan tarikan napas yang kuat dan dalam.