"Mengenai masalah pertemuan tertutup, di dalam pertemuan itu kita diundang dan di saat kita akan masuk, semua handphone tidak diperkenankan dibawa masuk berarti sepakat secara tidak tersirat bahwa tidak ada foto dan tidak ada rekaman," bener Ketua GNPF Yusuf Muhammad Martak pada 25 April 2018 sebagaimana dikutip Merdeka.com. Ditambahkannya lagi, bila pertemuan yang berlangsung di sebuah masjid yang berada di komplek Istana Bogor pada 22 April 2018 tersebut digagas oleh pihak Jokowi. Karena itulah, menurut Yusuf, pertemuan tersebut digelar secara tertutup. Soal gawai yang dititipkan ke petugas Istana. Penitipan gawai, apapun itu, memang sudah diatur dalam sistem pengamanan RI 1. Di mana semua tamu harus menitipkan semua barang bawaannya ke petugas. Tidak terkecuali pertemuan terbuka. Pertemuan antara dua pihak yang dianggap berseberangan ini baru ramai dibincangkan setelah pada 24 April 2018 pukul 21.11 Detik.com mengunggah sebuah foto. Pada foto yang diunggah Detik.com nampak Jokowi beserta sejumlah pimpinan Persaudaraan Alumni (PA) 212 tengah berada di dalam sebuah masjid. Gegara terpublikasikannya foto tersebut, PA 212 menuding ada pihak yang dengan sengaja membocorkan pertemuan tertutupnya dengan Jokowi. Jika memperhatikan foto, foto diambil pada saat peserta pertemuan tengah melangkahkan kakinya. Kemungkinan diambil setelah pertemuan selesai. Sudut pengambilan foto pun tidak tepat berada di depan Jokowi dan beserta pertemuan lainnya. Melainkan dari dari arah samping kiri fokus bidikan. Dari foto yang diunggah Detik, tidak bisa dipastikan jarak antara si pemotret dengan obyeknya. Bahkan, belum bisa diketahui apakah foto tersebut sebagai hasil pemotretan ataukah comotan dari rekaman video. Jika mencoba menyimpulkan penjelasan yang disampaikan oleh kelompok PA 212, sebenarnya pertemuan tersebut bukanlah pertemuan rahasia atau yang dirahasiakan. Hanya saja, pertemuan tersebut digelar secara tertutup. Dengan demikian, beredar luasnya foto tersebut bukan berarti jika pertemuan tersebut sudah dibocorkan. Lain halnya jika yang dikirimkan kepada media adalah materi pembicaraan dalam pertemuan tertutup tersebut. Apalagi, bagaimana pun juga pertemuan yang dilakukan di Istana Bogor tidak mungkin dirahasiakan. Sebab, ada sekian pasang mata di luar Jokowi dan pimpinan PA 212 yang menyaksikan telah terjadinya pertemuan tersebut. Salah satunya adalah petugas yang dititipkan gadget milik PA 212. Dan, bisa jadi jumlahnya lebih dari satu orang. Pertemuan antara Jokowi dengan PA 212 ini sebenarnya mirip-mirip dengan pertemuan antara Luhut Binsar Panjaitan dengan Prabowo Subianto di Grand Hyatt pada 6 dan 16 April 2018. Pertemuan Luhut-Prabowo bukanlah bersifat rahasia karena digelar di tempat umum. Di hotel sekelas Grand Hyatt pastinya ada sekian pasang mata yang bisa menyaksikan kehadiran kedua elit politik tersebut. Belum lagi sejumlah kamera CCTV yang sudah mengintai sejak mobil yang membawa keduanya memasuki area hotel. Karenanya, pengakuan Luhut kepada media kalau dirinya telah melangsungkan pertemuan dengan Prabowo tidak bisa dikatakan sebagai pembocoran rahasia. Sedangkan pemberitaan tentang Prabowo yang mengajukan “proposal” cawapres dan tujuh menteri pun tidak bisa diterima sebagai bocoran isi pertemuan karena diragukan kebenarannya. Sebab tidak menutup kemungkinan jika pemberitaan tentang isi pembicaraan Luhut-Prabowo hanyalah isapan jempol semata. Demikian juga dengan pengakuan PA 212 tentang isi pembicaraan tertutupnya dengan Jokowi. Pengakuan PA 212 belum tentu sesuai fakta. Atau bisa juga hanya sebagian dari keseluruhan materi pembicaraan yang berlangsung lebih dari 1 jam tersebut. Akan tetapi, beredarnya foto tersebut telah menimbulkan sejumlah dampak bagi kedua pihak. Di pihak PA 212, beredarnya foto tersebut menimbulkan sikap saling curiga. Sebaliknya, di pihak Jokowi, beredarnya foto tersebut semakin memperuncing pertentangan antara Jokowi dengan kelompok besar 212. Tetapi, di pihak lain, peristiwa ini merupakan peringatan untuk lebih berhati-hati dalam menjalin komunikasi, baik itu dengan pihak Istana maupun kelompok PA 212. Sebab salah satu pihak yang menyudutkan Prabowo Subianto dalam kasus tudingan pemalakan uang mahar yang dialami LA Nyalla Matalitti juga berasal dari pengurus Alumni 212. Kasus Saracen yang dikait-kaitkan dengan Prabowo dan juga kasus MCA yang dihubungkan dengan Fadli Zon pastinya tidak mungkin berlangsung tanpa campur tangan “tangan-tangan” misterius. “Tangan-tangan” misterius inilah yang memilih Jasriadi CS sebagai pelaku dalam kasus Saracen. Jasriadi dipilih karena keaktivannya sebagai pendukung Prabowo saat Pilpres 2014. Apalagi, dengan adanya foto di mana Jasriadi terlihat bersama dengan orang-orang yang dikenal dekat dengan Prabowo, maka narasi pengaitan kasus Saracen dengan Prabowo semakin mudah dilakukan. Begitu juga yang terjadi pada kasus MCA. Karenanya, siapapun yang berniat maju dalam Pilpres 2019 wajib hukumnya untuk lebih berhati-hati pada orang- orang yang ada di sekelilingnya. Tidak terkecuali dengan Gatot Nurmantyo. Sebagaimana Prabowo dan Fadli, Gatot bisa saja dibidik dengan memanfaatkan kesalahan orang-orang yang ada di sekitarnya. Karenanya, berdasarkan sejumlah pengalaman, mengait-kaitkan diri, apalagi mengklaim mendapatkan dukungan dari pengurus Alumni 212 bukanlah pilihan yang bijak. Hal yang sama sekali berbeda jika mengaku memiliki basis massa 212. Sebab sikap politik massa 212 sangat cair dan tidak terkotak-kotakan pada kekuatan politik tertentu. Gatot Nurmantyo pastinya sudah memahami benar situasi dan juga resiko yang tengah dihadapinya. Sejalan dengan itu, pengurus relawan pendukung Gatot pun harus juga meningkatkan kewaspadaannya. Sebab kasus Saracen bisa saja di-copy cat-kan kepada pendukung Gatot. Dan, kembali ke soal pertemuan tertutup. Akan beredarnya berita tentang pertemuan tertutup, bahkan rahasia, antara pihak Istana dengan kelompok lain yang kemudian dibeberkan oleh pihak Istana sudah ditayangkan dalam artikel ini pada siang hari sebelum Detik.com mempublikasikan pertemuan tertutup Jokowi-PA 212.