Penyakit jantung dan gangguan kardiovaskular sudah lama menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat Indonesia. Tidak hanya sebagai penyebab kematian nomor satu, penyakit ini juga menempati posisi tertinggi dalam beban pembiayaan kesehatan nasional. Sayangnya, masih banyak masyarakat yang belum sepenuhnya menyadari betapa besar ancaman yang ditimbulkan oleh penyakit jantung, terutama di kalangan usia muda.
Beban Biaya Penyakit Jantung yang Mengejutkan
Dalam sebuah taklimat media bertajuk “The Digital Transformation of Cardiovascular Care: Advancements, Challenges and the Path Forward” yang diselenggarakan di Jakarta Selatan pada 28 Mei 2025, dr. BRM Ario Soeryo Kuncoro, Sp.JP (K) memaparkan data mengejutkan. Berdasarkan laporan dari BPJS Kesehatan, pada tahun 2024, total pembiayaan penyakit jantung mencapai Rp 19,25 triliun, dengan jumlah kasus mencapai 22,55 juta.
Angka ini menjadikan penyakit jantung sebagai penyakit dengan pembiayaan tertinggi di Indonesia, mengalahkan penyakit berat lainnya seperti kanker, stroke, gagal ginjal, hingga hemofilia. Ini menunjukkan bahwa beban ekonomi yang ditimbulkan tidak hanya dirasakan oleh individu penderita, tetapi juga oleh sistem kesehatan nasional secara keseluruhan.
“Penyakit jantung termasuk dalam kategori penyakit katastropik karena memerlukan penanganan intensif, biaya mahal, dan durasi perawatan yang panjang,” jelas dr. Ario.
Bukan Hanya Orang Tua, Anak Muda Juga Terancam
Selama ini, banyak yang beranggapan bahwa penyakit jantung adalah penyakit lansia. Namun, dr. Ario menegaskan bahwa tren saat ini justru menunjukkan peningkatan signifikan pada kelompok usia di bawah 40 tahun, termasuk pada wanita muda.