Pada tahun 1967, selama Perang Saudara Nigeria, Soyinka ditangkap dan dipenjara tanpa pengadilan oleh pemerintah militer karena dicurigai mendukung pemberontak Biafra. Meskipun dipenjara dalam kondisi yang sangat buruk selama hampir dua tahun, Soyinka tidak pernah berhenti menulis. Banyak karyanya yang kemudian dipublikasikan setelah ia dibebaskan, termasuk memoarnya yang terkenal, "The Man Died: Prison Notes."
Pengakuan dan Penghargaan
Pada tahun 1986, Wole Soyinka menjadi orang Afrika pertama yang dianugerahi Hadiah Nobel dalam Sastra. Penghargaan ini tidak hanya mengakui kontribusinya dalam dunia sastra tetapi juga perjuangannya dalam melawan tirani dan ketidakadilan. Pidato penerimaannya berjudul "This Past Must Address Its Present" menggarisbawahi komitmennya untuk memperjuangkan hak asasi manusia dan kebebasan berpendapat.
Aktivisme dan Kritik Terhadap Pemerintah
Selain menulis, Soyinka juga dikenal sebagai seorang aktivis yang vokal. Ia sering mengkritik pemerintah Nigeria atas berbagai isu seperti korupsi, pelanggaran hak asasi manusia, dan penindasan politik. Pada tahun 1994, ia terpaksa melarikan diri dari Nigeria setelah mengkritik pemerintahan militer Jenderal Sani Abacha yang represif. Selama pengasingannya, Soyinka terus mengkampanyekan demokrasi dan hak asasi manusia di Nigeria.
Setelah kembalinya demokrasi di Nigeria pada tahun 1999, Soyinka kembali ke tanah airnya. Namun, ia tetap vokal dalam mengkritik pemerintahan yang ia anggap tidak memenuhi standar demokrasi dan keadilan. Karyanya yang terus menginspirasi generasi muda untuk melawan ketidakadilan dan berjuang untuk masyarakat yang lebih baik.