Bagi sebagian besar mahasiswa perguruan tinggi, kata skripsi mungkin identik dengan tugas akhir yang memakan waktu, menguras pikiran, dan menjadi gerbang menuju kelulusan. Di Indonesia, skripsi adalah syarat wajib bagi mahasiswa strata satu (S1) untuk memperoleh gelar sarjana. Namun, pernahkah terlintas dalam benak kita, bagaimana sebenarnya konsep penulisan ilmiah semacam skripsi ini muncul dan berkembang menjadi bagian integral dari sistem pendidikan tinggi?
Asal mula skripsi, atau lebih luasnya tugas akhir akademik, tidak bisa dilepaskan dari sejarah perkembangan universitas itu sendiri. Untuk memahami akarnya, kita perlu melihat kembali bagaimana pengetahuan diajarkan dan diuji di masa lalu.
Abad Pertengahan: Disputasi dan Ujian Lisan
Cikal bakal universitas modern dapat ditelusuri hingga Abad Pertengahan di Eropa, sekitar abad ke-11 dan ke-12. Institusi-institusi seperti Universitas Bologna dan Universitas Paris awalnya fokus pada studi hukum, teologi, dan kedokteran. Pada masa itu, metode pengajaran didominasi oleh kuliah lisan (lectio) dan disputasi (disputatio).
Disputasi adalah bentuk debat formal di mana mahasiswa atau sarjana harus mempertahankan tesis (pandangan atau argumen) mereka di hadapan penguji dan audiens. Mereka harus menyajikan argumen secara logis, menjawab sanggahan, dan menunjukkan penguasaan materi. Ini adalah bentuk awal dari penilaian akademik yang menguji kemampuan analisis, sintesis, dan argumentasi. Meskipun bukan dalam bentuk tulisan panjang seperti skripsi modern, konsep mempertahankan sebuah argumen orisinal sudah ada.
Renaisans dan Pencerahan: Penekanan pada Observasi dan Bukti