Kecenderungan ini bisa berbahaya kalau dibiarkan. Kita jadi susah menerima kritik, malas mendengarkan pendapat orang lain, dan cepat menolak sesuatu yang terasa asing. Bukan karena kita jahat atau keras kepala, tapi karena otak memang bekerja begitu—lebih nyaman di zona aman yang sudah dikenal, walau belum tentu benar.
Di sinilah pentingnya punya sikap rendah hati dalam berpikir. Mengakui bahwa kita bisa salah bukan berarti kita lemah, tapi justru menunjukkan kedewasaan. Karena yang benar-benar kuat bukan yang paling keras suara atau pendapatnya, tapi yang mau terus belajar dan memperbaiki diri.
Rendah hati bukan soal merendahkan diri, tapi tentang sadar bahwa pengetahuan kita selalu terbatas. Dunia ini terlalu luas, kompleks, dan cepat berubah. Apa yang kita yakini hari ini bisa jadi berubah setelah membaca satu buku, mengalami satu peristiwa, atau mendengar satu cerita dari orang lain. Maka wajar kalau kita ragu, wajar kalau kita pelan-pelan merevisi cara pandang. Justru itu tanda kita masih hidup, tumbuh, dan terbuka.
Ada saatnya untuk diam sejenak, nanya ke diri sendiri: “Bisa jadi aku salah nggak, ya?” atau “Ada kemungkinan informasi yang aku tahu masih belum lengkap?” Pertanyaan-pertanyaan seperti ini bukan bikin kita lemah, justru membentengi kita dari kesombongan intelektual yang diam-diam berbahaya.