Dalam masyarakat yang semakin kompleks ini, istilah "kebaikan sejati" semakin sering menjadi perbincangan. Banyak di antara kita yang merasa semakin bingung antara kebaikan yang tulus dan pencitraan semata. Manis tapi tak berbau, harum tapi tak berasa. Apakah kita hanya terjebak dalam ilusi kebaikan?
Istilah kebaikan sejati mengacu pada tindakan atau sikap yang dilakukan tanpa mengharapkan imbalan atau pengakuan. Kebaikan ini tumbuh dari nilai diri dan kesadaran akan pentingnya saling membantu dan mendukung satu sama lain. Namun, dengan adanya media sosial dan budaya pencitraan yang kian menguat, nilai-nilai tersebut sering tertutupi oleh kepentingan yang lebih dangkal.
Pencitraan adalah salah satu fenomena yang paling menonjol dalam era digital ini. Banyak individu dan organisasi lebih fokus pada cara mereka terlihat daripada substantif dari tindakan mereka. Seringkali, kebaikan dipamerkan di media sosial untuk mendapatkan "likes" dan pengakuan, bukan sebagai manifestasi dari kebaikan sejati. Kita melihat banyak orang yang melakukan sumbangan atau aksi sosial, tetapi ketika diteliti lebih dalam, ternyata ada agenda lain di balik tindakan tersebut.