Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan adanya tekanan terhadap likuiditas perbankan di Indonesia. Hal ini terlihat dari pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang masih lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan kredit. Menurut data OJK, per Mei 2024, pertumbuhan DPK secara tahunan naik sebesar 8,63% menjadi Rp8.699 triliun dari periode yang sama di tahun sebelumnya. Namun, pertumbuhan ini masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan kredit yang mencapai 12,15% menjadi Rp7.376 triliun.
Dian, seorang perwakilan dari OJK, menjelaskan bahwa meskipun pertumbuhan DPK mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, namun pertumbuhannya masih lebih rendah dibandingkan dengan kredit. Dia juga menyoroti perlambatan pertumbuhan simpanan bank, terutama pada deposito, yang dipengaruhi oleh alternatif instrumen penempatan dana yang semakin banyak.
Dian juga menyebut bahwa selisih pertumbuhan kredit dan DPK menyebabkan bank melakukan penjualan surat berharga serta mengurangi alat likuid. Hal ini turut berdampak pada menurunnya rasio likuiditas bank, meskipun likuiditas perbankan masih di atas threshold dan berada pada level yang lebih tinggi dibandingkan sebelum pandemi. Alat likuid terhadap non-core deposit (AL/NCD) dan alat likuid terhadap DPK (AL/DPK) masing-masing mencapai 114,58% dan 25,78% per Mei 2024, jauh di atas threshold masing-masing 50% dan 10%.