Kelas menengah di Indonesia mulai merasakan tekanan ekonomi yang semakin besar, terutama dengan nilai tukar dolar Amerika Serikat yang mendekati titik terendahnya sejak bulan Januari. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terhadap daya beli masyarakat, yang pada akhirnya bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Dalam situasi ini, masyarakat meminta pemerintah untuk tidak menaikkan pajak, melainkan mendorong kebijakan pro-cyclical untuk membantu kelas menengah dan membangkitkan konsumsi.
Salah satu saran yang diajukan adalah memberikan insentif berupa potongan pajak sementara atau bantuan langsung tunai (BLT) bagi kelas menengah. Langkah ini diharapkan mampu menstimulasi uang beredar baik dari sisi moneter maupun fiskal. Di samping itu, penting untuk menghindari langkah-langkah kontraproduktif seperti kenaikan PPN yang dapat berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Kekhawatiran terbesar masyarakat adalah terkait dengan kemampuan mereka untuk berbelanja dan memenuhi pengeluaran lainnya akibat potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang bisa mengakibatkan penurunan jumlah uang beredar. Kondisi ini dapat memicu deflasi yang berbahaya bagi perekonomian, karena rendahnya permintaan akan berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya penurunan harga dalam indeks harga konsumen, yang disebabkan oleh peningkatan sisi penawaran akibat meningkatnya produktivitas. Meskipun ada dampak deflasi, namun jenis deflasi ini masih dianggap lebih baik daripada deflasi yang bersifat merugikan (malign deflation).