Perusahaan Umum (Perum) Bulog memberikan penjelasan terkait tuduhan mark up impor 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun serta kerugian negara akibat demurrage sebesar Rp294,5 miliar yang diarahkan kepada mereka dan Badan Pangan Nasional. Melalui keterangan resmi yang dikeluarkan oleh Sekretaris Perusahaan Bulog, Arwakhudin Widiarso, pihak Bulog menjelaskan bahwa isu demurage sebenarnya secara tegas telah dijelaskan oleh Dirut Bulog Bayu Krisnamurthi dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR.
Dalam keterangan tersebut, Bayu Krisnamurthi menyatakan bahwa demurrage merupakan bagian tak terpisahkan dari risiko dalam penanganan komoditas impor. Bayu juga mengklarifikasi bahwa Bulog telah berusaha secara maksimal untuk meminimalkan biaya demurrage. Selain itu, biaya demurrage sepenuhnya menjadi bagian dari perhitungan pembiayaan perusahaan pengimpor dan pengekspor.
Bulog pun menjelaskan bahwa dalam penanganan komoditas impor, terdapat kondisi tertentu yang membuat demurrage tidak dapat dihindari, seperti cuaca buruk, keterlambatan bongkar muat, dan hari libur di pelabuhan. Dalam upaya mitigasi risiko importasi, biaya demurrage merupakan bagian konsekuensi logis dari kegiatan ekspor impor, yang terus berusaha mereka minimalkan.