Selain pendapatan yang minim, masyarakat Indonesia juga semakin banyak terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), yang mengakibatkan pendapatan bulanan mereka hilang. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, pada periode Januari-Mei 2024, jumlah pekerja yang terkena PHK mencapai 27.222 orang, meningkat 48,48% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Meskipun begitu, data pemerintah tidak memberikan gambaran mengenai sektor mana yang paling banyak mengalami PHK. Namun, berdasarkan data Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), PHK di sektor industri Tekstil, Pakaian Jadi, dan Produk TPT saja telah mencapai 10.800 tenaga kerja, per Mei 2024.
Ekonom dari Institute for Development of Economixs and Finance, Abdul Manap Pulungan, menyatakan bahwa dengan kondisi maraknya PHK dan kenaikan gaji yang terhambat, tidak mengherankan jika aktivitas ekonomi domestik melambat, yang kemudian berdampak pada penurunan pendapatan negara, mulai dari Pajak Pertambahan Nilai Dalam Negeri (PPN DN) yang merosot hingga setoran pajak sektor perdagangan yang melemah.
Setoran pajak dari sektor industri perdagangan, yang memiliki porsi 24,79% dari total setoran pajak, hanya mencapai Rp 211,09 triliun atau mengalami penurunan 0,8% secara neto per Semester I-2024. Padahal, pada periode yang sama tahun sebelumnya, setorannya masih tumbuh sebesar 7,3%. Sementara itu, PPN DN juga mengalami kontraksi sebesar 11% secara neto dengan realisasi Rp 193,06 triliun. Porsi setoran PPN DN terhadap total penerimaan mencapai 21,60%, menjadi yang terbesar di antara jenis pajak lainnya.
Abdul Manap juga menambahkan bahwa tingginya inflasi bahan makanan menyebabkan orang lebih memprioritaskan kebutuhan pangan daripada kebutuhan lainnya. Inflasi bahan makanan yang tinggi menyebabkan kondisi ini, yang kemudian mengakibatkan terjadi penurunan dayabeli masyarakat.