Praktik-praktik seperti ini tentunya tidak terlepas dari kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Ketika kesadaran politik masyarakat rendah, dan kebutuhan ekonomi mendesak, banyak yang tergoda untuk menjadikan suara mereka sebagai barang dagangan. Inilah yang menciptakan lingkaran setan dalam sistem politik. Di satu sisi, calon pemimpin membutuhkan dukungan finansial untuk memenangkan kampanye, sementara di sisi lain, pemilih merasa terjebak dalam situasi yang memaksa mereka untuk memilih sesuai dengan imbalan yang ditawarkan.
Salah satu dampak negatif dari transaksi politik dalam pemilu adalah maraknya praktik politik uang. Di berbagai daerah, praktik ini telah menjadi hal yang umum, seakan-akan tidak ada lagi moral yang mengikat. Kualitas pemimpin yang terpilih pun sering kali dipertanyakan, karena mereka lebih banyak berutang budi kepada para penyandang dana ketimbang kepada konstituen mereka. Akibatnya, kebijakan publik yang dihasilkan pun tidak selalu mencerminkan kepentingan rakyat, melainkan kepentingan kelompok tertentu yang membiayai kampanye.
Kampanye yang sehat seharusnya mengedepankan dialog dan edukasi politik. Sayangnya, ketika transaksi politik semakin mengakar, semakin sulit bagi masyarakat untuk mengakses informasi yang objektif. Media massa, yang seharusnya berperan sebagai pilar demokrasi, kerap kali terjebak dalam permainan bisnis yang membuat mereka mengabaikan tanggung jawab sosial. Akibatnya, pemilih semakin sulit untuk membuat keputusan yang tepat, dan potensi dampak buruk dari pemilu pun semakin besar.