Selain faktor global, pergerakan nilai tukar rupiah juga memengaruhi harga emas. Rupiah yang relatif stabil terhadap dolar membuat harga emas lokal tidak melonjak signifikan, sehingga potensi pembelian emas di pasar domestik meningkat.
Di sisi lain, pembeli ritel di sejumlah toko emas mulai merespons penurunan harga ini. Pantauan di beberapa outlet emas di Jakarta dan Surabaya menunjukkan lonjakan transaksi kecil-kecilan, terutama dari konsumen yang membeli 1–5 gram emas untuk tabungan. “Kami melihat ada peningkatan minat beli sejak harga turun kemarin. Banyak yang memanfaatkan momentum ini untuk mulai menabung emas,” ujar seorang kasir toko emas di Jakarta Pusat.
Meski demikian, analis menekankan agar calon pembeli tetap bijak dan tidak terburu-buru. Harga emas memang cenderung naik dalam jangka panjang, namun fluktuasi harian atau mingguan bisa terjadi. “Strategi membeli secara bertahap lebih aman dibanding langsung membeli banyak sekaligus. Ini bisa mengurangi risiko harga turun lebih dalam setelah pembelian,” saran Rizky.
Selain emas fisik Antam, investor juga dapat mempertimbangkan instrumen lain seperti emas digital atau reksa dana emas yang lebih likuid. Kedua instrumen ini memungkinkan pembelian emas tanpa harus menyimpan fisiknya, sehingga lebih fleksibel untuk transaksi jangka pendek maupun panjang.
Sejumlah ahli keuangan juga menekankan pentingnya memahami tujuan investasi sebelum membeli emas. Emas sebagai lindung nilai inflasi, tabungan, atau diversifikasi portofolio memiliki strategi berbeda. Pembelian saat harga turun bisa menguntungkan, tetapi tetap harus disesuaikan dengan kemampuan finansial masing-masing individu.
Fenomena harga emas Antam turun Rp 29.000 ini juga memunculkan diskusi di media sosial. Banyak pengguna membagikan tips membeli emas saat harga rendah, ada juga yang mempertanyakan apakah harga masih akan turun lebih dalam sebelum Natal dan Tahun Baru. Tren diskusi ini menunjukkan ketertarikan masyarakat terhadap logam mulia tetap tinggi, meski terjadi fluktuasi harga.