Menyikapi kondisi global yang menurunkan industri tekstil, Sritex memiliki beberapa strategi yang diterapkan. Di antaranya adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), reorganisasi SDM untuk meningkatkan efisiensi operasional, serta penerapan anggaran yang efisien dengan fokus pada produk yang mendukung tujuan bisnis berkelanjutan.
Perusahaan juga berencana untuk melakukan restrukturisasi dan konsolidasi internal guna memperkuat kinerja keuangan perusahaan. Selain itu, Sritex juga akan mereorganisasi struktur organisasi pemasaran yang lebih fokus pada bisnis unit sebagai 'profit center'. Hal ini diharapkan dapat membantu Sritex memperbaiki kinerja keuangannya.
Bukan hanya itu, perusahaan juga akan secara berkala meninjau dan mengevaluasi strategi agar dapat bersaing lebih efektif dalam menghadapi perubahan kondisi ekonomi global.
Sebelumnya, Sritex telah diisukan terancam bangkrut berdasarkan pernyataan Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN). KSPN mencatat bahwa sekitar 13.800 buruh tekstil mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dari Januari 2024 hingga awal Juni 2024. Presiden KSPN, Ristadi, mengungkapkan bahwa PHK ini terjadi secara masif di Jawa Tengah, di mana sejumlah pabrik tekstil di bawah grup Sritex terkena dampaknya.
Ristadi menuturkan bahwa tingkat pesanan yang menurun merupakan faktor utama dari PHK massal tersebut. Hal ini telah mengarah pada penurunan produktivitas perusahaan dalam mempertahankan jumlah karyawan. Situasi ini mengindikasikan permasalahan serius yang dihadapi oleh industri tekstil di Indonesia.